Tuesday, March 20, 2012

puisi jepang


haiku


Sekilas Sejarah

Bangsa Jepang baru mengenal sistem tulisan dan kegiatan tulis menulis pada abad ke-8 Masehi. Dan tulisan-tulisan yang pertama kali adalah berbentuk puisi.

Puisi Jepang dahulu dibawakan secara lisan yang kemudian pada akhirnya ditulis dan menjadi cikal bakal buku-buku pertama di Jepang. Semua pria dan wanita Jepang zaman dahulu menggunakan puisi sebagai alat untuk berkomunikasi. Mungkin itulah sebabnya mengapa orang Jepang sering memasukkan puisi dalam surat-surat mereka.

Puisi Jepang memiliki banyak ragam seperti: Haiku, Tanka dan Renga. Secara khusus, puisi tradisional Jepang ini berisi tentang kehidupan sehari-hari, cinta dan juga tentang alam. Antara puisi Jepang yang satu dengan puisi Jepang yang lain memiliki ciri khusus dengan struktur dan susunan atau tata letak yang beragam pula.


Ragam Puisi Jepang

Haiku (俳句?)

Bentuk asli Haiku sebenarnya berasal dari Renga. Haiku adalah puisi Jepang yang pendek dikarenakan pemotongan atau dalam artian karena adanya pemenggalan pada kalimat yang sebenarnya memanjang.

Matsuo Basho adalah seorang penyair Jepang yang terkenal dan yang juga telah berjasa dalam mengenalkan Haiku. Walaupun Haiku bertahan hingga saat sekarang ini, namun orang-orang Jepang lebih menikmati membuat puisi dengan bentuk modern atau masa kini dibandingkan membuat Haiku.

Sejalan dengan waktu, struktur Haiku mengalami perubahan yang sangat drastis. Pada abad ke-15 M bentuk asli Haiku berubah menjadi sekitar seratus versi yang masing-masing dari versi tersebut masih memiliki jumlah suku kata yang spesifik dengan Renga. Saat ini Haiku terdiri dari 17 suku kata walaupun dengan struktur yang selalu berubah-ubah di setiap masa.

Haiku dapat berisi tentang apa saja. Tetapi banyak orang menulis Haiku untuk menceritakan tentang alam dan kehidupan sehari-hari. Tiga baris Haiku menciptakan rasa yang menggambarkan emosi dari penyairnya.

Tanka

Ragam lain dari puisi Jepang adalah Tanka yang usianya lebih tua dari Haiku tetapi tidak seterkenal Haiku. Tanka telah dikenal sebagai salah satu jenis puisi di Jepang sekitar 1300 tahun. Tanka biasanya dibuat setelah selesainya sebuah peristiwa, kejadian atau suatu perayaan yang spesial.

Tanka cenderung lebih panjang dari Haiku, dan itu memberikan ruang kapada para penyair untuk lebih dapat mengekspresikan perasaannya dengan lebih dalam.

Secara khusus, Tanka ditulis atas perasaan seseorang. Dalam menulis puisi jenis ini, pertama yang harus ditulis adalah tentang sesuatu yang disenangi dan memiliki hasrat atas sesuatu tersebut. Sebagai contoh yaitu tentang alam, tentang suatu tempat, keluarga, cinta atau kehidupan sehari-hari yang menyenangkan dan merupakan sesuatu yang dianggap benar.

Menulis Tanka dengan baik akan menciptakan kecemerlangan penggambaran atau mendapat kesan yang mendalam yang sangat berkaitan dengan perasaan. Jenis puisi seperti ini memberikan penyair kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya dengan cara yang unik.

Renga

Ragam puisi Jepang lainnya lagi adalah Renga. Berdasarkan sejarahnya, puisi Jepang berkembang terus. Seiring waktu, tekniknya selalu mengalami perkembangan. Dari seorang penyair, kemudian menjadi dua orang penyair dapat bekerja sama dalam menciptakan sebuah puisi di waktu yang bersamaan, konsep ini dikenal dengan Renga.

Latar belakang ide pembuatan Renga ini yakni salah seorang penyair menuliskan bagian yang menjadi idenya dan penyair lainnya menuliskan kelanjutan puisi dari ide penyair yang pertama dengan idenya sendiri. Dua orang penyair menyatukan ide-ide mereka membentuk sebuah puisi, kegiatan ini di waktu dahulu menjadi sebuah hiburan yang populer. Banyak orang berpikir bahwa membuat Renga sama halnya bermain dalam sebuah kompetisi. Dalam mengikuti permainan seperti ini – seperti halnya sebuah kebiasaan, dibutuhkan pemikiran yang cepat dan dengan rasa humor yang baik untuk dapat bermain Renga.

Renga lebih dulu jauh dikenal dari ragam puisi Jepang lainnya dan mencakup sekitar 100 versi.


Teknik Membuat Puisi Jepang

Haiku

Dalam memulai membuat puisi jenis ini yang pertama kali harus kita ketahui adalah bagaimana susunan dasarnya. Haiku setidaknya memiliki 17 suku kata dalam 3 baris dengan bentuk 5,7,5. setelah itu carilah beberapa ide yang bisa mengilhami untuk membuat Haiku tersebut. Pilihlah sesuatu yang sederhana dan yang tidak terlalu rumit.

Dalam memilih tema, pastikan tema itu adalah sesuatu yang lazim dan memasyarakat, yang dapat memberikan mereka cara pandang lain tentang situasi dan pengalaman tertentu yang biasa ada di masyarakat itu sendiri.

Seperti contoh Haiku di bawah ini:


Derai

Da-un ber-de-rai

Da-un ber-gan-ti war-na

Mu-sim gu-gur-ku


Haiku adalah salah satu bentuk puisi tradsional Jepang yang paling penting. Ia merupakan sajak terikat yang memiliki 17 sukukata terbagi dalam tiga baris dengan tiap baris terdiri dari 5, 7, dan 5 sukukata. Sejak awalnya, sering muncul kebingungan antara istilah Haiku, Hokku dan Haikai (Haikai no Renga). Hokku adalah sajak pembuka dari sebuah rangkaian sajak-sajak yang disebut Haikai no Renga. Hokku menentukan warna dan rasa dari keseluruhan rantai Haikai itu, sehingga menjadi penting, dan tak jarang seorang penyair hanya membuat hokku tanpa harus menulis rantai sajak lanjutannya.

Istilah Haiku baru muncul 1890an, diperkenalkan oleh Masaoka Shiki. Haiku dapat kita artikan sebagai pembebasan Hokku dari rantai Haika. Haiku bisa berdiri sendiri, sudah utuh pada dirinya tanpa tergantung pada rantai sajak yang lebih panjang. Tokoh lain dalam reformasi Haiku ini adalah Kawahigashi Hekigoto yang mengajukan dua proposisi:
  1. Haiku akan lebih jujur terhadap realitas jika tidak ada “center of interest” (pusat kepentingan, fokus perhatian) di dalamnya
  2. Pentingnya impresi penyair pada hal-hal yang diambil dari kehidupan sehari-hari dan warna-warna lokal (ini tidak jauh berbeda dari kaidah hokku)

Haiku muncul baru pada penggal terakhir abad ke-19. Sajak-sajak yang terkenal dari para empu jaman Edo (1600-1868) seperti Matsuo Basho, Yosa Buson, dan Kobayashi Issa seharusnya dilihat sebagai hokku dan harus diletakkan dalam konteks sejarah haikai meski pada umumnya sajak-sajak mereka itu sekarang sering dibaca sebagai haiku yang berdiri sendiri. Ada juga yang menyebut Hokku sebagai “Haiku klasik”, dan Haiku sebagai “Haiku modern”.

Di luar Jepang, terutama di Barat (mungkin awalnya dari penerjemahan haiku Jepang) haiku mengalami degradasi dengan absennya beberapa prinsip dasar hokku (haiku klasik). Pola sajak 17 suku kata itu menjadi tidak ketat diikuti. Akhirnya haiku di barat hanya tampil sebatas bentuk pendeknya saja. Haiku tidak memiliki rima/persajakan (rhyme). Haiku “melukis” imaji ke benak pembaca. Tantangan dalam menulis haiku adalah bagaimana mengirim telepati pesan/kesan/imaji ke dalam benak pembaca hanya dalam 17 silaba, dalam tiga baris saja!

Dalam bahasa Jepang, kaidah-kaidah penulisan haiku sudah pakem dan harus diikuti. Dalam bahasa lain, kadang sulit untuk mengikuti pola ini, dan biasanya menjadi lebih longgar. Haiku bisa mendeskripsikan apa saja, tetapi biasanya berisi hal-hal yang tidak terlalu rumit untuk dipahami oleh pembaca awam. Bebarapa haiku yang kuat justru menggambarkan kehidupan keseharian yang dituliskan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepada pembaca suatu pengalaman dan sudut pandang baru/lain dari situasi yang biasa tersebut. Haiku juga mengharuskan adanya “kigo” atau “kata (penunjuk) musim”, misalnya kata “salju” (musim dingin), “kuntum bunga” (musim semi), sebagai penanda waktu/musim saat haiku tersebut ditulis. Tentu saja kata-kata penanda musim ini tidak harus selalu jelas-terang.

Bagaimanapun juga, saat ini haiku di tiap-tiap tradisi bahasa mengikuti aturan-aturannya sendiri sesuai sifat alami bahasa di mana haiku tersebut dituliskan. Silakan menulis haiku dengan pertimbangan Anda sendiri, apakah akan mematuhi aturan-aturan baku dari haiku Jepang yang asli, ataukah lebih mementingkan esensi atau ruh dari haiku dengan membengkokkan beberapa syariatnya. Di sinilah tantangan kesulitan, sekaligus kenikmatan menulis haiku.


Tanka

Teknik dasar membuat Tanka yang memiliki 31 suku kata dalam 5 baris kalimat dengan bentuk susunan suku kata 5,7,5,7,7. Ini adalah cara yang dipakai oleh orang Amerika dalam menulis Tanka. Sementara di Jepang sendiri, Tanka ditulis dalam sebuah garis lurus.

Pada hakikatnya dibutuhkan dua orang dalam membacakan puisi Jepang yang satu ini. Orang pertama membaca versi yang pertama dan yang kedua membaca versi yang selanjutnya.

Sebuah Tanka yang baik biasanya terdiri atas satu tema yang kemudian dapat menggambarkan sebuah ide yang umum dalam keseluruhan puisi tersebut. Tema Tanka biasanya tentang kehidupan sehari-hari dan juga tentang pengalaman-pengalaman yang sederhana atau juga dapat tentang sesuatu hal yang berkesan. Seperti contoh di bawah ini:


Pagi

Bang-un-kan ti-dur

Ku me-re-gang-kan tu-buh

Meng-go-sok gi-gi

Me-ra-pi-kan ram-but-ku

La-lu per-gi se-ko-lah


Renga

Format Renga sama seperti halnya Tanka Jepang. Puisi Renga dapat memiliki banyak versi sesuai dengan keinginanmu, masing-masing versi terdiri atas 31 suku kata dalam 5 baris dengan hitungan suku kata per baris yaitu 5,7,5,7,7. Hampir sama dengan Tanka, hanya saja dalam kenyataannya Renga menjadi suatu kompetisi.

Mengapa disebut demikian? Karena tak lain dalam membuat sebuah Renga diperlukan dua orang penyair, seorang menulis baris pertama dan kedua dan seorang lainnya melanjutkan sisanya. Tantangan dalam membuat Renga dimulai dari penyair yang pertama yang membuat baris pertama dan kedua yang kemudian menyulitkan penyair yang kedua. Dalam hal ini penyair yang kedua dituntut untuk lebih pintar dalam melanjutkan dua baris pertama yang tak lain merupakan pikiran seseorang yang memang sangat berbeda.

Puisi di bawah ini sebagai contohnya, dibuat oleh dua orang yang berlainan, mereka bekerja sama dalam membuatnya dengan tidak melupakan juga pola 5,7,5,7,7.


Pujaan Hati

Me-mu-lai ha-ri

Ber-sa-ma-mu ke-ka-sih

Di-ri ter-gun-cang

Ter-si-pu ma-lu

Ku-du-duk di sam-ping-mu


Hang-at men-de-ra

Ia me-min-ta cin-ta-ku

Ha-ti ber-de-bar

Ji-wa-ku meng-ge-le-gar

Di-ung-kap-kan-nya ka-sih


A-ku te-ri-ma

Da-lam li-pa-tan no-ta

Ter-tu-tup ra-pat

Ku-bu-ka dan ku-ba-ca

Ku ju-ga cin-ta ka-mu

No comments:

Post a Comment