Thursday, March 22, 2012

menyelami nyepi, caka 1934

menuju rumah Tuhan


Sejarah

Hari Raya Nyepi adalah sebuah hari raya memperingati pergantian tahun Saka (Isakawarsa) yang dirayakan setiap tahun sekali dan jatuh sehari setelah tileming kesanga di tanggal 1 sasih kedasa. Hari raya pergantian tahun Saka mulai diresmikan pada penobatan raja Kaniskha dan dinasti Kushana pada tahun 78 Masehi. Dulu Negeri India dan wilayah sekitarnya digambarkan selalu mengalami krisis dan konflik sosial berkepanjangan. Pertikaian antar suku-suku bangsa, al. (Suku Saka, Pahiava, Yueh Chi, Yavana dan Malaya) menang dan kalah silih berganti. Gelombang perebutan kekuasaan antar suku menyebabkan terombang-ambingnya kehidupan beragama itu. Pola pembinaan kehidupan beragama menjadi beragam, baik karena kepengikutan umat terhadap kelompok-kelompok suku bangsa, maupun karena adanya penafsiran yang saling berbeda terhadap ajaran yang diyakini. Dan pertikaian yang panjang pada akhirnya suku Saka menjadi pemenang dibawah pimpinan Raja Kaniskha I yang dinobatkan menjadi Raja dan turunan Saka tanggal 1 (satu hari sesudah tilem) bulan 1 (caitramasa) tahun 01 Saka, pada bulan Maret tahun 78 masehi (Drs. I Gusti Made Ngurah, M.Si., IHDN – Denpasar WHD No. 495 Maret 2008). Dari peristiwa tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pergantian tarikh Saka adalah hari keberhasilan kepemimpinan Raja Kaniskha I menyatukan bangsa yang tadinya bertikai dengan paham keagamaan yang saling berbeda. Sejak tahun 78 Masehi itulah ditetapkan adanya tarikh atau perhitungan tahun Saka, yang satu tahunnya juga sama-sama memiliki 12 bulan dan bulan pertamanya disebut Caitramasa, bersamaan dengan bulan Maret tarikh Masehi dan Sasih Kesanga dalam tarikh Jawa dan Bali di Indonesia. Menurut Negarakertagama, di jaman Majapahit pergantian tahun Saka ini dirayakan secara besar-besaran.

Peringatan Tahun Baru Saka yang dimaknai sebagai hari kebangkitan, hari pembaharuan, hari kebersamaan (persatuan dan kesatuan), hari toleransi, hari kedamaian sekaligus hari kerukunan nasional ini disebarluaskan ke seluruh daratan India dan Asia lainnya sampai akhirnya ke Indonesia. Ini ditandai dengan Kehadiran Sang Pendeta Saka bergelar Aji Saka tiba di Jawa di Desa Waru Rembang Jawa Tengah tahun 456 Masehi, dimana pengaruh Hindu di Nusantara saat itu telah berumur 4,5 abad. Dinyatakan Sang Aji Saka telah berhasil mensosialisasikan peringatan pergantian tahun saka di Indonesia.

Makna dan Tujuan

Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap), berbeda dengan perayaan Tahun Baru Masehi yang biasanya dirayakan dengan gegap gempita. Nyepi justru dirayakan dengan cara meniadakan aktifitas yang biasanya dilakukan sehari-hari. Tujuan Nyepi adalah memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar alam semesta untuk menyucikan Buwana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Buwana Agung (alam semesta/macrocosmos). Saat hari raya Nyepi juga umat Hindu mengadakan mawas diri, menyatukan pikiran, serta menyatukan cipta, rasa, dan karsa, menuju penemuan hakikat keberadaan diri kita dan inti sari kehidupan semesta.

Kegiatan
Terdapat 4 kegiatan sebelum dan sesudah Nyepi yang merupakan rangkaian kegiatan upacara Nyepi. Banyak yang bertanya-tanya apakah arti dari orang-orang yang ramai ke pantai, atau apakah arti dari ogoh-ogoh, dan apakah kegiatan yang dilaksanakan selama Nyepi, ini dia penjelasannya.

1. Melasti

Melasti disebut juga melis atau mekiyis bertujuan untuk melebur segala macam kekotoran pikiran, perkataan dan perbuatan, serta memperoleh air suci (angemet tirta amerta) untuk kehidupan yang pelaksanaannya dapat dilakukan di laut, danau, dan pada sumber/mata air yang disucikan. Bagi pura yang memiliki pratima atau pralingga seyogyanya mengusungnya ke tempat tersebut di atas. Pelaksanaan secara ini dapat dilakukan beberapa hari sebelum tawur.

Upacara Melasti/mekiyis yang bermakna melebur noda, menyucikan dan memuliakan kebesaran Tuhan (Sanghyang Widhi Wasa), serta memohon sari pati kehidupan bagi seluruh ciptaanNya.


melasti

2. Tawur

Upacara Tawur agung (macaru) yang bermakna membersihkan alam guna mencapai harmonisasi kosmos. Upacara tawur bertujuan untuk menyucikan dan mengembalikan keseimbangan bhuwana agung dan bhuwana alit baik sekala maupun niskala. Upacara ini dilakukan pada sandikala (pagi, tengah hari, sore). Tilem Caitra, sehari sebelum hari raya Nyepi. Ogoh-ogoh bukanlah merupakan ritual dalam rangkaian kegiatan Nyepi melainkan sebuah budaya yang muncul di kalangan umat Hindu Bali. Ogoh-ogoh merupakan simbol bhuta kala yang merupakan sumber kekuatan negatif meliputi keserakahan, keangkaramurkaan, dan berbagai sifat jelek lainnya di muka bumi. Setelah diarak, Ogoh-ogoh akan dibakar sebagai pertanda melenyapkan segala unsur negatif di Dunia untuk menyambut Tahun Baru yang lebih suci. Ada satu ritual pada kegiatan Tawur yaitu membuat suara berisik lalu mengelilingi rumah kita untuk mengusir bhuta kala agar tidak mengganggu dan memberi efek negatif pada keluarga. Biasanya saya akan menabuh-nabuh panci, gorengan, dan segala benda berbunyi keras lainnya sambil mengibaskan janur kering yang berisikan api.

Ogoh-ogoh kadang juga menjadi ajang pembuktian kreatifitas masyarakat Bali dalam berseni karena setiap banjar (satuan desa di Bali) saling menunjukkan karya ogoh-ogoh terbaiknya, walaupun akhirnya akan dibakar. Memang sayang kreatifitas sebagus ogoh-ogoh dibakar, tetapi konon katanya ogoh-ogoh harus dibakar (terutama kepalanya) agar nantinya tidak hidup karena dipercayai ogoh-ogoh itu “berisi” jiwa, kalau dalam istilah Hindu memiliki “Taksu”. Ada cerita kawan yang memiliki seorang Paman jauh yang tinggal di Bandung pernah membuat ogoh-ogoh bersama umat Hindu setempat dan tidak membakar ogoh-ogoh ini, alhasil beberapa dari mereka “diteror” oleh ogoh-ogoh. Bagaimana cara menerornya saya juga kurang tahu namun semenjak kejadian itu umat Hindu Bandung Raya tidak pernah membuat ogoh-ogoh lagi, ada ada saja.


arak-arakan ogoh-ogoh


3. Hari raya Nyepi.

Mengamalkan Catur Brata untuk menemukan kesadaran akan jati dirinya sebagai kesatuan pribadi yang utuh. Sesuai dengan hakekat hari raya Nyepi maka umat Hindu wajib melaksanakan Catur Brata nyepi meliputi :
  • Amati Gni, tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu

  • Amati Karya, yaitu tidak melakukan kegiatan kerja jasmani melainkan meningkatkan kegiatan menyucikan rohani.

  • Amati Lelungaan, yaitu tidak bepergian melainkan melakukan mawas diri.

  • Amati Lelanguan, yaitu tidak mengobarkan kesenangan melainkan melakukan pemusatan pikiran terhadap Ida Sanghyang Widhi.
Seorang sahabat non-Hindu memiliki pertanyaan yang sangat menarik yaitu “Apakah umat Hindu harus melaksanakan keempat pantangan ini”. Jawabannya adalah “harusnya iya”, lho kok? Keempat hal di atas memang sangat tergantung pada iman masing-masing umat. Jika boleh jujur, terkadang makna Nyepi malah mengalami pergeseran seperti melakukan perjudian saat hari raya Nyepi, makan besar-besaran, mabuk-mabukan, dan melakukan berbagai aktifitas lainnya pada hari raya Nyepi. Budaya seperti ini tentu harus dihilangkan karena sangat melecehkan hari raya Nyepi, apalagi dilakukan di Bali dan oleh umat Hindu sendiri. Jadi sekali lagi mungkin saya harus mengatakan pelaksanaan Catur Brata Penyepian sangat tergantung pada keimanan umat masing-masing.

Catur Brata Nyepi juga mengandung pesan simbolis untuk mematikan hawa nafsu dalam diri manusia. Pelaksanaan Catur Brata sebagai wujud pengamalan ajaran Agama Hindu yang sarat dengan makna nilai filosofis. Nilai filosofis itu merupakan nilai intrinsik bagi umat Hindu, bahkan merupakan nilai universal yang dapat diaktualisasikan dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagi umat Hindu, perayaan Nyepi mengandung makna nilai yang sangat mendasar. Perayaan itu dilaksanakan sebagai upaya pencarian kesadaran akan hakekat kehidupan sebagai hamba Tuhan, sebagai kesatuan pribadi, dan sebagai ciptaan yang hidup di tengah-tengah kehidupan lingkungannya. Dengan kesadaran itu mereka akan mewujudkan suatu kehidupan yang serba selaras, seimbang dan serasi antara raga dan jiwanya, individu dengan masyarakat, manusia dengan Tuhan, serta dengan alam lingkungan. Itulah suatu harmoni kehidupan yang berakar dari konsepsi “Trihita Karana”.

4. Ngembak Gni.

Hari Ngembak Gni jatuh sehari setelah Hari Raya Nyepi sebagai hari berakhirnya brata Nyepi. Hari ini dapat dipergunakan melaksanakan dharma santi (silaturahmi) baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Melaksanakan Ngembak Gni dan Dharmasanti sebagai wujud rasa damai dalam kehidupan di dunia ini. 

Bagi umat Hindu, ketika Nyepi ia ibarat kepompong, tenang, diam, hening, menyatu dengan jiwa yang suci, menanti kehadiranNya yang penuh kesejukan. Merasakan sinar suci Hyang Widhi Wasa seakan hadir dalam air tanpa tepi, tenang menyejukkan dan menggugah kesadaran jiwa. Setelah menemukan kesadaran akan jati dirinya, ketika hari Ngembak Gni mereka memulai hidup baru dengan sikap mental yang kukuh, penuh kesadaran untuk mengabdi kepada Sanghyang Widhi Wasa, mengabdi dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara dengan sikap penuh persahabatan dan kedamaian yang dilambangkan dengan pelaksanaan Dharma santi.

Nyepi pernah ingin diangkat oleh Dunia menjadi World Silent Day karena hari sejenis Nyepi bisa menjadi hari untuk mengistirahatkan Bumi sejenak yang tentunya bisa menjadi sebuah penghematan energi besar-besaran juga memperlambat terjadinya Global Warming. Tetapi entahlah bagaimana nasib ide itu sekarang, yang saya tahu World Silent Day memang berjalan namun hanya mematikan listrik selama 4 jam, itupun banyak yang tidak melaksanakannya. 

Dengan semangat Nyepi mudah-mudahan kehidupan di Indonesia menjadi lebih tenteram, aman, dan saling bertoleransi antar umat. Selamat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1934 semoga Sanghyang Widhi Wasa selalu melindungi kita semua. Untuk itu marilah kita persembahkan daun kehidupan dan bunga bhakti kita yang murni kepada Tuhan, bangsa dan negara, mari kita serahkan buah karya kita yang terbaik demi kejayaan bangsa, serta marilah kita persembahkan air mata kasih yang suci ke segenap penjuru agar rasa kesatuan dan persatuan kita makin kukuh, dan cita-cita menuju ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi terealisasi di bumi ini.
Selamat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1933 semoga Sanghyang Widhi Wasa selalu melindungi kita semua. Untuk itu marilah kita persembahkan daun kehidupan dan bunga bhakti kita yang murni kepada Tuhan, bangsa dan negara, mari kita serahkan buah karya kita yang terbaik demi kejayaan bangsa, serta marilah kita persembahkan air mata kasih yang suci ke segenap penjuru agar rasa kesatuan dan persatuan kita makin kukuh, dan cita – cita menuju ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi terealisasi di bumi ini.


Read more at: http://www.ruanghati.com/2011/03/05/menyelami-lebih-dalam-makna-nyepi-dan-catur-brata/
Bagi umat Hindu, ketika Nyepi ia ibarat kepompong, tenang, diam, hening, menyatu dengan jiwa yang suci, menanti kehadiranNya yang penuh kesejukan. Merasakan sinar suci Hyang Widhi seakan hadir dalam air tanpa tepi, tenang menyejukkan dan menggugah kesadaran jiwa. Setelah menemukan kesadaran akan jati dirinya, ketika hari Ngembak Ghni mereka memulai hidup baru dengan sikap mental yang kukuh, penuh kesadaran untuk mengabdi kepada Sanghyang Widhi Wasa, mengabdi dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara dengan sikap penuh persahabatan dan kedamaian yang dilambangkan dengan pelaksanaan Dharma santi. Selamat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1933 semoga Sanghyang Widhi Wasa selalu melindungi kita semua. Untuk itu marilah kita persembahkan daun kehidupan dan bunga bhakti kita yang murni kepada Tuhan, bangsa dan negara, mari kita serahkan buah karya kita yang terbaik demi kejayaan bangsa, serta marilah kita persembahkan air mata kasih yang suci ke segenap penjuru agar rasa kesatuan dan persatuan kita makin kukuh, dan cita – cita menuju ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi terealisasi di bumi ini. (Sumber)


Read more at: http://www.ruanghati.com/2011/03/05/menyelami-lebih-dalam-makna-nyepi-dan-catur-brata/

Bagi umat Hindu, ketika Nyepi ia ibarat kepompong, tenang, diam, hening, menyatu dengan jiwa yang suci, menanti kehadiranNya yang penuh kesejukan. Merasakan sinar suci Hyang Widhi seakan hadir dalam air tanpa tepi, tenang menyejukkan dan menggugah kesadaran jiwa. Setelah menemukan kesadaran akan jati dirinya, ketika hari Ngembak Ghni mereka memulai hidup baru dengan sikap mental yang kukuh, penuh kesadaran untuk mengabdi kepada Sanghyang Widhi Wasa, mengabdi dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara dengan sikap penuh persahabatan dan kedamaian yang dilambangkan dengan pelaksanaan Dharma santi. Selamat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1933 semoga Sanghyang Widhi Wasa selalu melindungi kita semua. Untuk itu marilah kita persembahkan daun kehidupan dan bunga bhakti kita yang murni kepada Tuhan, bangsa dan negara, mari kita serahkan buah karya kita yang terbaik demi kejayaan bangsa, serta marilah kita persembahkan air mata kasih yang suci ke segenap penjuru agar rasa kesatuan dan persatuan kita makin kukuh, dan cita – cita menuju ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi terealisasi di bumi ini. (Sumber)


Read more at: http://www.ruanghati.com/2011/03/05/menyelami-lebih-dalam-makna-nyepi-dan-catur-brata/
Selamat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1933 semoga Sanghyang Widhi Wasa selalu melindungi kita semua. Untuk itu marilah kita persembahkan daun kehidupan dan bunga bhakti kita yang murni kepada Tuhan, bangsa dan negara, mari kita serahkan buah karya kita yang terbaik demi kejayaan bangsa, serta marilah kita persembahkan air mata kasih yang suci ke segenap penjuru agar rasa kesatuan dan persatuan kita makin kukuh, dan cita – cita menuju ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi terealisasi di bumi ini.


Read more at: http://www.ruanghati.com/2011/03/05/menyelami-lebih-dalam-makna-nyepi-dan-catur-brata/
Selamat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1933 semoga Sanghyang Widhi Wasa selalu melindungi kita semua. Untuk itu marilah kita persembahkan daun kehidupan dan bunga bhakti kita yang murni kepada Tuhan, bangsa dan negara, mari kita serahkan buah karya kita yang terbaik demi kejayaan bangsa, serta marilah kita persembahkan air mata kasih yang suci ke segenap penjuru agar rasa kesatuan dan persatuan kita makin kukuh, dan cita – cita menuju ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi terealisasi di bumi ini.


Read more at: http://www.ruanghati.com/2011/03/05/menyelami-lebih-dalam-makna-nyepi-dan-catur-brata/
Selamat Tahun Baru Saka 1934 (23 Maret 2012) bagi umat Hindu di seluruh Indonesia, Salam Perdamaian.

Om Canti, Canti, Canti, Om.
Setiap pergantian Tahun Baru Saka atau Hari Raya Nyepi, umat Hindu menyambutnya dengan melaksanakan Catur (Empat) Brata yang meliputi Amati Gni, Amati Karya, Amati Lelungan, dan Amati Lelanguan. Amati Gni secara lexical berarti tidak menyalakan api, Amati Karya (tidak bekerja atau beraktivitas), Amati Lelungan (tidak bepergian), Amati Lelanguan (tidak bersenang-senang). Catur Brata Nyepi juga mengandung pesan simbolis untuk mematikan hawa nafsu dalam diri manusia. Pelaksanaan Catur Brata sebagai wujud pengamalan ajaran Agama Hindu yang sarat dengan makna nilai filosofis. Nilai filosofis itu merupakan nilai intrinsik bagi umat Hindu, bahkan merupakan nilai universal yang dapat diaktualisasikan dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagi umat Hindu, perayaan Nyepi mengandung makna nilai yang sangat mendasar. Perayaan itu dilaksanakan sebagai upaya pencarian kesadaran akan hakekat kehidupan sebagai hamba Tuhan, sebagai kesatuan pribadi, dan sebagai ciptaan yang hidup di tengah-tengah kehidupan lingkungannya. Dengan kesadaran itu mereka akan mewujudkan suatu kehidupan yang serba selaras, seimbang dan serasi antara raga dan jiwanya, individu dengan masyarakat, manusia dengan Tuhan, serta dengan alam lingkungan. Itulah suatu harmoni kehidupan yang berakar dari konsepsi “Trihita Karana”. Sehubungan dengan itu maka rangkaian perayaan Nyepi dilaksanakan dalam empat upacara atau kegiatan. Pertama upacara Mekiyis yang bermakna melebur noda, menyucikan dan memuliakan kebesaran Tuhan (Sanghyang Widhi Wasa), serta memohon sari pati kehidupan bagi seluruh ciptaanNya. Kedua upacara Macaru (tawur agung) yang bermakna membersihkan alam guna mencapai harmonisasi kosmos. Ketiga mengamalkan Catur Brata untuk menemukan kesadaran akan jati dirinya sebagai kesatuan pribadi yang utuh. Keempat melaksanakan Ngembak Ghni dan Dharmasanti sebagai wujud rasa damai dalam kehidupan di dunia ini. Bagi umat Hindu, ketika Nyepi ia ibarat kepompong, tenang, diam, hening, menyatu dengan jiwa yang suci, menanti kehadiranNya yang penuh kesejukan. Merasakan sinar suci Hyang Widhi seakan hadir dalam air tanpa tepi, tenang menyejukkan dan menggugah kesadaran jiwa. Setelah menemukan kesadaran akan jati dirinya, ketika hari Ngembak Ghni mereka memulai hidup baru dengan sikap mental yang kukuh, penuh kesadaran untuk mengabdi kepada Sanghyang Widhi Wasa, mengabdi dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara dengan sikap penuh persahabatan dan kedamaian yang dilambangkan dengan pelaksanaan Dharma santi. Selamat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1933 semoga Sanghyang Widhi Wasa selalu melindungi kita semua. Untuk itu marilah kita persembahkan daun kehidupan dan bunga bhakti kita yang murni kepada Tuhan, bangsa dan negara, mari kita serahkan buah karya kita yang terbaik demi kejayaan bangsa, serta marilah kita persembahkan air mata kasih yang suci ke segenap penjuru agar rasa kesatuan dan persatuan kita makin kukuh, dan cita – cita menuju ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi terealisasi di bumi ini

Read more at: http://www.ruanghati.com/2011/03/05/menyelami-lebih-dalam-makna-nyepi-dan-catur-brata/

No comments:

Post a Comment