Monday, December 3, 2012

catatan pendek

hari ini, meragulah. begitu katamu.
".. dan biarkan ia meyakinkanmu."
lalu bila telinga mendengar bisikan tak terduga,
semua terjadi atas izin semesta.

hari ini, bertanyalah. begitu katamu.
".. dan biarkan ia menjawabmu."
lalu bila ada hati yang merasa,
ingatlah ada Dia, Yang Maha Membolakbalikkan.

hari ini, berjalanlah. begitu katamu.
".. dan biarkan jejakjejak menjadi sejarah."
sebab apa yang telah tertulis,
menjadi pelajaran untuk yang lapang hati.

hari ini, berdoalah. begitu katamu.
".. dan biarkan langit menguntai harapmu."
sebab tak ada doa yang tak sampai,
pun tak ada rencana besar yang kautahu.

dan untuk catatan pendek yang tak henti darimu, teman,
kuyakini itu adalah sebuah doa kebahagiaan yang tulus.

semoga semesta mengamini.


[]

LIFE OF PI : Remarkable New Age’s Life and Spirituality



Quote: 
Santosh Patel: You think tiger is your friend, he is an animal, not a playmate
Pi Patel: Animals have souls... I have seen it in their eyes.

Nice-to-know: 

Pada satu titik, M. Night Shyamalan sempat dikabarkan akan menulis dan menyutradarai proyek ini.

Cast: 
Suraj Sharma sebagai Pi Patel
Irrfan Khan sebagai Adult Pi Patel
Ayush Tandon sebagai Pi Patel (11 / 12 Years)
Gautam Belur sebagai Pi Patel (5 Years)
Adil Hussain sebagai Santosh Patel
Tabu sebagai Gita Patel
Rafe Spall sebagai Writer
GĂ©rard Depardieu sebagai Cook

Director: 
Merupakan film ke-13 bagi Ang Lee setelah Taking Woodstock (2009).

W For Words:
Butuh waktu sekitar sebelas tahun bagi studio besar Hollywood untuk yakin mengadaptasi novel petualangan fantasi keluaran tahun 2001 berjudul Life of Pi karangan pria kelahiran Kanada-Perancis, Yann Martel yang berhasil memenangkan Man Booker Prize untuk edisi Inggris setahun berikutnya. Kisah seorang anak India itu juga diterjemahkan dalam berbagai bahasa hingga menjadi salah satu buku paling berpengaruh selama satu dekade terakhir. Adalah Fox 2000 Pictures yang sepakat mempercayakan bujet 120 juta dollar di tangan sutradara Asia bernama Ang Lee yang juga pemegang Piala Oscar di tahun 2005 lalu.
 
 
 
 
Pi adalah seorang anak yang menganut beberapa keyakinan sekaligus sebagai pedoman hidupnya. Ketika ayahnya memutuskan menjual isi kebun binatang keluarga melalui perjalanan laut, bencana kapal karam diterjang badai merenggut orang-orang terkasih dalam hidup Pi. Sekoci yang menyelamatkannya hanya menyisakan seekor zebra, hyena, orang utan dan harimau Bengali yang buas. Lantas Pi berusaha keras untuk bertahan hidup terapung-apung di lautan sekaligus menceritakan seluruh kisah hidupnya yang luar biasa tersebut kepada salah satu penulis yang ingin menerbitkannya dalam bentuk buku.

Skrip milik David Magee membagi perjalanan hidup Pi dalam 4 fase yaitu sekolah dasar, sekolah menengah, remaja dan dewasa dimana masing-masing memberikan kontribusi terhadap tingkah laku dan cara pemikirannya. Satu masa yang mengubah hidupnya secara nyata adalah survival 227 hari bersama Richard Parker sambil tetap meyakini campur tangan Tuhan yang sesungguhnya. Semua itu tertuang dalam narasi yang terstruktur rapi. Permasalahan utamanya, sejak awal anda diminta untuk “kompromi” terhadap tokoh Pi yang mempercayai Hindu, Kristen dan Islam sekaligus. Please continue if you’re okay with it!
 
 
 
 
Belur, Tandon dan Khan memang likeable tapi standout performance jatuh pada debutan Sharma. Nyawa film yang bergantung padanya berhasil dituntaskan dengan terjemahan emosi kesedihan, kekalutan, kepasrahan, kemarahan dan keberanian yang begitu nyata tanpa harus kehilangan sisi charming nya dimana sebagian besar adegan dilakukan “seorang diri”. Tak kurang dari empat ekor harimau Bengali dipilih untuk menghidupkan Richard Parker yang buas dan jinak sekaligus. Tentunya bantuan CGI amat dibutuhkan untuk mewujudkan interaksi intens yang sangat menantang tersebut.

Sutradara Ang benar-benar memaksimalkan kamera 3D di tangannya untuk menyajikan visual indah memanjakan mata baik siang maupun malam. Bagaimana pantulan cahaya matahari terbit/terbenam di atas permukaan laut, ikan terbang berwarna perak, ikan paus yang melompat, ubur-ubur di laut biru yang bercahaya, meerkat yang bergerombol memenuhi pulau dsb bekerja secara efektif menjaga intensitas minat anda. Spesial efek badai yang mengombang-ambingkan kapal juga berhasil dengan baik sehingga ritme naik turun film terbangun dengan sempurna dalam melayarkan konflik yang ada. He’s one of the most versatile directors ever!
 
 
 
 
Konsep rantai makanan juga tergambar disini ketika tikus, zebra, orangutan, hyena dan harimau saling memangsa. Contoh seleksi alam juga terpampang melalui pulau kematian yang menyediakan air segar menyejukkan di siang hari tetapi berubah menjadi air asam mematikan di malam hari sehingga populasi meerkat yang mendiaminya tersingkir dengan sendirinya. Perubahan interaksi Pi dengan Richard yang semula mangsa dan predator sampai bisa hidup bersisian dalam simbiosis mutualisme adalah proses menarik walau sesungguhnya saya mengharapkan sedikit kedalaman yang lebih rasional lagi.
Life Of Pi memang mengajarkan kita akan segudang hal mulai dari bertahan hidup, bekerja keras, berpikir cerdas, beradaptasi cepat hingga berserah diri pada Tuhan. Perjalanan spiritual yang dialami Piscine Moralto Patel niscaya memunculkan arti hidup sebenarnya, bisa ditemukan tanpa harus dicari. Tentunya dapat direfleksikan dengan kehidupan kita sehari-hari dalam menghadapi cobaan yang datang silih berganti. Apabila ada yang harus dikorbankan sebagian besar berupa waktu dan kenangan tak ternilai yang bahkan tidak selalu menyisakan satupun kata perpisahan. Let’s sail away the journey. Shall we?

Durasi: 
127 menit 

U.S. Box Office: 
$30,573,101 till Nov 2012 

Overall: 
8 out of 10

demi semesta




demi Semesta yang memiliki ruang dan waktu
kita telah memintanya beberapa keping
untuk kita kunyah bersama

demi Semesta yang mengetahui semua misteri
kita telah meminta beberapa rahasia
mencoba membaca gelitiknya, lalu tertawa

lalu kita berdua samasama terhenyak
terlena kita melarut dalam imaji
apakah kita sudah berbagi jalan yang sama?

dengan menyebut Sang Pemilik Semesta
yang memiliki semua kasih dan sayang
di masa lalu kita punya luka, kita punya lara

dengan seizin Semesta,
apakah kita siap untuk berbagi air mata
dan setiap garis wajah yang terus bertambah?

inilah pasrah, menunggu bisikan alam

inilah ikhlas, melapangkan hati seluas mampu

semoga
 
 
me&@made_desak
at batu night spectacular, malang
15 November 2012

Bromo


 
  Hamparan permadani alam terbentang menantang
  Hijau-hijau pepohonan tergerai memukau
  Kelak-kelok jalanan aspal terurai elok
  Tebing-tebing curam terhampar seram
   
  Puncak bromo dari segala-gala puncak  
  Lereng-lereng berbatu keras keabu-abuan
  Asap-asap putih menggumpal mengapung di dasar kawah
  Nafas bumi segera tercium menyengat
   
  Lembayung pagi hari mulai mekar
  Sang mentari segera terjaga dan berputar
  Sejuk segar seketika pudar
  Sinar keemasan dengan cepat berpendar
  Mutiara-mutiara padang pasir sekejap ditebar





















 me & @made_desak
 bromo, 17 November 2012

secangkir teh rempah

pada tanah dan akar
semesta menyuratkan resep rahasia

dedaun wangi,
membuatmu kelat pekat sepenuh cinta  
kapulaga,
meredakanmu dari pening karena merindu wangi tanah 
cengkeh,
titipan obat rinduku untuk ibu di langit 
kayu manis,
wangi di sela semilir membuatmu ingin pulang ke rumah 
jahe,
memelukmu eraterat hingga hatimu hangat

langit,
sore ini kuracikkan secangkir teh rempah untukmu
kuseduh dengan sedikit hujanmu
sejumput senyum senja untuk pemanis
dan secubit putih awan untuk membuat rasanya penuh

[]

365

Bagi saya, hidup itu seperti belajar meraba pada ruang tanpa cahaya. Dalam gelap, saya berjalan pelanpelan, kadang berlutut, merangkak menyusuri jejak. Setelah akhirnya berhasil keluar dari ruangan tersebut, saya sudah tidak ingat bagaimana caranya, yang penting saya sudah berhasil keluar. Seringkali. Itulah hidup. Terkadang kita tidak perlu mengerti semuanya. Kita hanya perlu berjalan melewatinya.

Dalam kurun waktu satu tahun, tentunya begitu banyak episode dalam kehidupan saya. Pertemuan dan perpisahan. Tawa dan air mata. Harapan, pemenuhan, dan kekecewaan. Bahagia dan luka. Semua pengalaman berkebalikan itu selalu menjadi guru terbaik, sebagai saksi dalam proses pendewasaan. 

Sebagian sudah saya pecahkan misterinya, sebagian masih saya coba resapi maknanya. Lalu hidup mengulang dirinya lagi, lagi, dan lagi. Kemudian kamu mulai memahami pola macam apa yang ditinggalkannya. Lalu kamu akan tertawa.

Berapa banyak lagi waktu yang kita punya?

Saya tidak tahu. Mungkin hanya hari ini saja, mungkin sebentar, mungkin selamanya. Tapi bukankah ‘selamanya’ tidak selalu berakhir bahagia? Dan waktu yang ‘sebentar’ bisa jadi meninggalkan manis dan makna mendalam yang kau nikmati untuk beberapa lama. Mungkin saja ‘hari ini’ mewujud kekal yang kau toreh dalam ingatan dan senantiasa kau putar ulang berkalikali. Sekali lagi, kita tidak akan pernah tahu.

Kalau memang hanya hari ini yang kita punya, kenangan macam apa yang akan kau ciptakan? Apakah kau ingin mengingatnya dalam setangkup senyum? Dalam potongan luka? Atau apa?

Akhirnya satu hari ini akan selesai. Semua kisahnya terangkum dalam satu masa, yang seolah hanya lewat sekejap mata. Ketika esok mentari hadir lagi, semoga kita bisa melangkahkan kaki dengan ringan menikmati setiap tangis dan tawa. Mempergunakan waktu sebaikbaiknya. Untuk mereguk semuanya. Untuk tidak menundanunda. Untuk jujur terhadap apapun yang kita rasa. Untuk mempersembahkan waktu bagi mereka yang kita cintai.

Karena kita tidak pernah tahu berapa banyak lagi waktu yang kita punya, mari rayakan saja hari ini!

[]

Tuesday, October 16, 2012

LOOPER : Gripping Time Travel Tale About Hitman


 
 
Quotes:
Older Joe: I'm going to stop this guy. 
Joe: None of this concerns me... 
Older Joe: It is going to happen to you! 
Joe: It's going to happen to YOU, it's not going to happen to ME! 

Nice-to-know:
Adegan dimana Joe muda terjatuh menghindari ledakan bertepatan dengan hari ulang tahun ke-30 Joseph Gordon-Levitt. Ia lantas dibiarkan menggantung dengan kabel karena kru menyanyikan “Happy Birthday" sambil menyodorkan kue ulang tahun. 

Cast:
Joseph Gordon-Levitt sebagai Joe
Bruce Willis sebagai Old Joe
Emily Blunt sebagai Sara
Paul Dano sebagai Seth
Noah Segan sebagai Kid Blue
Piper Perabo sebagai Suzie
Jeff Daniels sebagai Abe 

Director:
Merupakan feature film ketiga bagi Rian Johnson setelah Brick (2005) dan The Brothers Bloom (2008).

W For Words:
Science fiction dengan premis time travel memang tidak banyak. Oleh karena itu beberapa diantaranya tercatat sebagai cult movies sebut saja Terminator, Planet of the Apes, Star Trek dsb yang telah melahirkan berbagai seri. Namun untuk yang satu ini, referensi terdekat mungkin ada pada 12 Monkeys (1995). Selain sama-sama dibintangi Bruce Willis, duet Joseph Gordon-Levitt dan Emily Blunt yang telah memasuki jajaran bintang papan atas Hollywood mengingatkan anda pada Brad Pitt dan Madeleine Stowe di situasi yang kurang lebih sama pada masanya dahulu. 

2044, Joe adalah penembak jitu yang mengarungi perjalanan waktu untuk menghabisi target-targetnya dari masa depan. Ia dan looper-looper lainnya menikmati kehidupan mewah hasil bayaran tinggi yang didapat. Pada satu kesempatan, Joe tanpa sengaja membebaskan buruannya karena menyadari bahwa orang itu adalah dirinya sendiri dalam versi 30 tahun lebih tua. Keduanya lantas terlibat dalam permainan hidup dan mati sambil melibatkan nyawa seorang anak yang diyakini akan menjelma menjadi The Rainmaker di masa mendatang.

 
 
Upaya Gordon-Levitt untuk menyamakan penampilannya dengan Willis patut diacungi jempol (terima kasih pada hasil make-up Kazuhiro Tsuji). Aktingnya sebagai Joe muda kian matang dan dominan di setiap kemunculannya. Willis yang mulai menua terbukti masih tangguh dan cekatan sebagai Joe tua meski dengan gaya yang tak jauh berbeda. Sama halnya dengan Daniels sebagai antagonis Abe yang berdarah dingin. Blunt amatlah likeable sebagai ibu protektif yang keras kepala. Kredit tersendiri pantas dilayangkan bagi si cilik Gagnon yang mampu memberikan kesan polos dan misterius secara bersamaan. 

Satu-satunya komplain saya terhadap skrip yang brilian ini adalah paruh pertamanya yang terlalu naratif menjelaskan paradoks alam semesta, mitos dan kondisi yang dihadapi Joe. Beruntung di paruh kedua, tempo lebih efektif dalam bertutur sambil mempersempit karakter yang ada menuju klimaks yang ditunggu-tunggu itu. Kerumitan buah pikiran nan orisinil milik Johnson tersebut mampu diterjemahkan lewat cara yang paling sederhana sekalipun tanpa harus merendahkan intelejensi penonton.

 
 
Johnson yang juga bertindak sebagai sutradara sukses mengetengahkan konsep masa lalu, masa kini dan masa depan yang saling berkaitan. Bagaimana labirin pikirannya dituangkan ke dalam setiap potongan puzzle yang fasih bertutur membentuk sebuah pola tidak biasa. Pembagian ragam karakternya yang variatif terbilang seimbang. Elemen-elemen futuristik semisal sepeda terbang, telekinesis sampai senjata masa depan turut membangkitkan imajinasi. Penggunaan spesial efek juga tergolong maksimal, tidak melulu bombastis tapi tetap disesuaikan dengan kebutuhan cerita.

Eksekusi Johnson yang rapi diikuti dengan koneksi past and future yang sinergis dari Gordon-Levitt dan Willis menjadikan Looper sebuah time travel sci-fi movie terbaik dalam beberapa tahun terakhir. Perjalanan waktu yang akan membawa anda berputar-putar melihat masa depan secara antusias sambil melontarkan segudang pertanyaan yang turut terjawab pada akhirnya. Jangan lupakan endingnya yang emosional dan mind-blowing itu yang menegaskan hukum sebab akibat yang dapat mengubah segalanya. Beware that you might need second viewing to understand the concepts better!

Durasi:
118 menit

U.S. Movie Box Office:
$20,801,552 till September 2012

Overall:
8 out of 10

Tuesday, October 9, 2012

PERAHU KERTAS PART 2 : Berlabuh Tambatkan Hati dan Perasaan



 
 
Quotes: 
Remi
: Cari orang yang bisa kasih kamu segala-galanya tanpa kamu harus minta.

Nice-to-know:
Film yang diproduksi kolaborasi oleh Starvision, Bentang Pictures dan Dapur Film ini gala premierenya diselenggarakan di Epicentrum XXI pada tanggal 1 Oktober 2012.

Cast: 
Maudy Ayunda sebagai Kugy
Adipati Dolken sebagai Keenan
Reza Rahadian sebagai Remi
Elyzia Mulachela sebagai Luhde
Sylvia Fully R sebagai Noni
Fauzan Smith sebagai Eko
Ira Wibowo sebagai Lena
Tio Pakusadewo sebagai Wayan
August Melasz sebagai Adri

Director: 
Hanung Bramantyo
mengawali karir penyutradaraannya lewat dua film di tahun 2004 yaitu Brownies dan Catatan Akhir Sekolah.

W For Words: 
Jika Perahu Kertas Part 1 sudah berlayar menghanyutkan mimpi dan cinta dengan hasil lebih dari lima ratus ribu penonton selama periode penayangan libur Lebaran 2012 yang lalu maka kelanjutannya tentu layak ditunggu. Akankah Kugy dan Keenan dapat bersatu pada akhirnya? Itulah yang menjadi pertanyaan anda semua. Presentasi yang menyisakan seperempat novelnya akan berusaha dijawab oleh sang sutradara, Hanung Bramantyo dan empunya cerita, Dewi Lestari dalam film berdurasi lebih kurang 105 menit ini. Penasaran?

Ketika Keenan mengembalikan buku Jenderal Pilik kepada Kugy, timbul ide mereka untuk menerbitkan cerita anak yang selama ini diidam-idamkan. Kesibukan itu mengganggu pekerjaan Kugy di AdVocaDo sehingga banyak karyawan menyorot hubungannya dengan Remi. Liburan ke Bali yang dimanfaatkan untuk refreshing malah mempertemukan Kugy dengan Luhde di pura.Saat itulah semua rahasia terbongkar. Keenan berupaya menetapkan hatinya, demikian pula dengan Remi berusaha membuktikan keseriusan cintanya. Mungkinkah empat hati tersebut menemukan pasangan sejatinya?
 
 
 
 
Karakteristik yang sudah terbangun di bagian pertamanya membuat Hanung lebih leluasa untuk mengeksplorasi ruang perasaan empat tokoh utama disini. Memori masa lampau yang terus membekas di hati tak ayal menimbulkan keraguan untuk melangkah ke depan. Lihat bagaimana sulitnya Keenan meyakinkan Luhde bahwa ia tak perlu menjadi orang lain untuk dicintainya, atau susahnya Remi memastikan Kugy bahwa dirinya adalah orang yang tepat untuk dipilihnya. Tarik ulur konflik tersebut bergulir secara bergantian untuk memberikan sudut pandang terbaik dalam takaran seimbang.

Dialog merupakan kekuatan utama di bagian keduanya ini. Lontaran isi hati acapkali menusuk kalbu karena kejujuran yang mengiringi. Sayangnya momen-momen yang sudah dikondisikan untuk itu terkadang dirusak oleh perpindahan fokus yang kurang berarti. Tak jarang penonton malah tertawa saat seharusnya dituntut meresapi maknanya dalam-dalam. Tata musik dari Andhika Triyadi masih memberikan nuansa menggetarkan yang sama, berpadu cantik dengan tata kamera dari Faozan Rizal dan penyuntingan mulus dari Cesa David Luckmansyah.
 
 
 
 
Maudy, Adipati, Reza, Elyzia berhasil melalui transisi remaja di bagian pertama untuk melebur ke dalam fase dewasa muda disini. Kedewasaan Kugy, Keenan, Remi dan Luhde kian terasa tatkala dihadapkan pada problema cinta. Mereka tidak memilih untuk galau atau menangis tetapi bersikap tegar dan terus melangkah dengan pilihannya masing-masing. Intervensi kisah dari tokoh Wayan, Lena dan Adri di penghujung justru semakin memperkaya pemahaman bahwa setiap keputusan harus didasari pada konsekuensi dan tanggungjawab kelak. 

Perahu Kertas Part
2 ini memang lebih sederhana dibandingkan Part 1 nya. Fokus yang lebih sempit membuat ruang gerak menjadi lebih terkendali. Hanya saja tarik ulur yang terlalu detail mengenai arah hubungan Kugy dan Keenan bagi sebagian penonton bisa jadi bertele-tele dan membosankan. Penutupnya pun berlangsung sekejap tanpa kesan mendalam, layaknya kita menjentikkan jari tangan. Sebuah umpama tafsir perasaan yang mengikuti kata hati dan tidak, semua kembali lagi pada pribadi yang menjalaninya. Pelabuhan terakhir jelas tujuan agen Neptunus yang satu ini, dengan atau tanpa radar.

Durasi: 
1
05 menit

Overall: 
7.5 out of 10

TED : As Crazy As Its Charms


 
 
Quotes: 
Ted: [dressed in a suit and tie] I look stupid.
John: No, you don't, you look dapper.
Ted: John, I look like something you give to your kid when you tell 'em Grandma died.

Nice-to-know: 
Tak banyak yang tahu jika Mark Wahlberg dan Seth MacFarlane lolos dari tragedi 9/11 karena tidak naik pesawat yang menabrak World Trade Center pada waktu itu.
Wahlberg sudah memesan tiket penerbangan American Airlines Flight 11 tapi memutuskan berkendara ke New York terlebih dahulu sebelum terbang ke California berikutnya. McFarlane sudah dijadwalkan di pesawat yang sama tetapi tertinggal 10 menit dan sempat melihat tabrakan tersebut ketika duduk di bandara.

Cast: 

Mark Wahlberg
sebagai John Bennett
Mila Kunis
sebagai Lori Collins
Seth MacFarlane
sebagai Ted
Joel McHale
sebagai Rex
Giovanni Ribisi
sebagai Donny
Patrick Warburton
sebagai Guy

Director: 

Merupakan
feature film debut bagi Seth MacFarlane yang lebih dikenal sebagai aktor dan penulis ini.

W For Words:
Setiap anak di belahan dunia manapun pasti pernah memiliki mainan kesayangan masa kecil. Berapa dari anda yang akan unjuk tangan jika saya sebutkan boneka teddy bear sebagai salah satu contohnya? Nyaris semua! Berapa dari anda yang, katakan saja, beruntung mendapati boneka teddy bear anda hidup? Tidak ada! Setidaknya imajinasi tersebut mampu divisualisasikan secara unik lewat kolaborasi Universal Pictures, Media Rights Capital, Fuzzy Door Productions, Bluegrass Films dan Smart Entertainment yang diperuntukkan bagi kalangan dewasa saja ini.

John Bennett kecil tidak pernah memiliki teman sampai orangtuanya membelikan boneka teddy bear pada hari Natal. Satu permintaan saat bintang jatuh terkabul, Ted hidup dan menjadi sahabat terbaik John.. sampai berusia 35 tahun! Empat tahun sudah, John menjalin hubungan kasih dengan Lori Collins yang secara status sosial dan pendapatan jauh di atasnya. Hal itu tidak mengurangi kemesraan mereka dimana John sendiri mulai berpikir untuk menikah. Masalahnya Lori tidak terlalu menyukai Ted yang dianggapnya sebagai penghambat. Bagaimana kelanjutan polemik dilematis ini?
 
 
 
 
Rasanya tinggal menunggu waktu bagi seorang berbakat seperti Seth MacFarlane untuk dapat mengeluarkan segenap potensi yang dimilikinya. Kesempatan itu tiba melalui film ini dimana ia bertindak sebagai produser, sutradara, penulis dan pengisi suara! Premis yang semula terdengar bodoh, absurd dan mustahil itu mampu dikejawantahkan secara brilian menjadi komedi slapstick bernuansa satir yang mampu mengundang tawa dan simpati dari penonton pada saat bersamaan. Semua karakter dalam film ini memiliki fungsi masing-masing untuk menjembatani setiap konflik yang ada.

Mark Wahlberg sukses menghidupkan tokoh pria dewasa John Bennett yang pecundang tetapi tetap pribadi yang menyenangkan, kawan dan kekasih yang setia. Mila Kunis memberikan persona tepat bagi wanita karir Lori Collins yang memiliki perencanaan dan masa depan yang cemerlang. Keduanya berbagi  chemistry yang believable, tidak luar biasa tapi cukup menerjemahkan problema apa yang kira-kira ada di antara mereka. Pihak antagonis berhasil dibawakan Giovanni Ribisi dan Max Harris sebagai ayah dan anak yang terganggu mentalitasnya. Selain itu Joel McHale juga memberikan kontribusi menarik lewat sosok atasan yang congkak dan kelewat percaya diri.
 
 
 
 
Polah tingkah Ted di sepanjang film memang efektif mengocok tawa. Anda tetap akan jatuh cinta padanya walau segila apapun kelakuannya. Adegan paling membekas dalam benak anda bisa jadi ketika Ted menunjukkan kemesumannya lewat bahasa tubuh nan eksplisit. Hilarious! Kinerja animasi dari Tippett Studio dan Iloura secara luar biasa mampu mewujudkan gerak bibir, mata, tubuh yang amat nyata layaknya manusia dalam ukuran mini. Alih suara dari MacFarlane turut memberikan “nyawa” tersendiri, terlepas dari betapa familiarnya formula sidekick yang digunakan sang creator dalam membangun sisi komedik yang diinginkan.
Berbagai referensi yang digunakan film ini memang lawas. Teddy Ruxpin adalah boneka beruang yang bisa berbicara dan menjadi mainan terlaris medio 1985-1986. Hm, Ted mungkin tidak “semanis” Teddy karena lebih suka mengisap ganja dan bermain perempuan. Masih ada sains fiksi petualangan klasik, Flash Gordon (1980) yang menampilkan Sam J. Jones sebagai dirinya sendiri. Sosok yang menjadi role model bagi John Bennett yang mendambakan kekuatan serupa untuk setidaknya mengubah hidupnya ke arah yang lebih baik. Manusiawi bukan?
 

 
 
Kelebihan utama Ted tidak hanya menjual kelucuan tapi juga definisi nyata tentang cinta dan persahabatan sejati yang begitu lekat dengan kehidupan sehari-hari. SIapa yang tidak pernah ada di posisi John Bennett? Untuk itulah film yang menggunakan narasi linier layaknya komik bergambar itu memang lebih disegmentasikan untuk penonton pria dewasa. Satu pertanyaan antah berantah yang tak terjawab adalah jika Ted begitu terkenal, mengapa ia masih harus bekerja dan John masih kesulitan uang? In the end, not every moviegoers will fully appreciate this movie but surely everyone of them will love Ted, cute heart-warming bear who always know how to have fun and friends.

Durasi: 
106
menit

U.S. Box Office:
$217,838,900 till Sep 2012

Overall:out of 10

Monday, October 1, 2012

PREMIUM RUSH : Action Ride With No Brake


 
 
Quotes: 
Wilee: I like to ride. Fixed gear. No brakes. Can't stop. Don't want to, either.

Nice-to-know: 
Joseph Gordon-Levitt sempat menabrak taksi dan membanting tubuhnya ke kaca jendela hingga pecah. Hasilnya adalah 31 jahitan di lengannya yang digunakan untuk melindungi wajahnya. Kecelakaan yang tak diinginkan ini ditampilkan di credit title sebelum daftar cast bergulir.


Cast: 

Joseph Gordon-Levitt
sebagai Wilee
Jamie Chung sebagai Nima
Dania Ramirez
sebagai Vanessa
Sean Kennedy
sebagai Marco
Michael Shannon sebagai Bobby Monday
Aasif Mandvi sebagai Raj
Wolé Parks sebagai Manny
Christopher Place
sebagai Bike Cop 

Director: 

Merupakan
feature film kelima bagi David Koepp setelah Ghost Town (2008).

W For Words: 
Joseph Gordon-Levitt telah menempuh perjalanan panjang untuk menjadi aktor pilihan produser masa kini sejak kemunculan sosok ciliknya dalam Family Ties (1988) atau Dark Shadows (1991). Kini ia berlakon sebagai kurir bersepeda yang berani mengambil resiko, Wilee. Premis yang sesungguhnya tak asing lagi bagi penonton generasi lawas dimana Kevin Bacon pernah melakukannya dalam Quicksilver (1986). Namun bagi penonton generasi baru tentu ini adalah sesuatu yang fresh dan belum pernah mereka lihat sebelumnya.
I believe both generations will give it a try!

Demi tambahan uang, Wilee meminta tugas terakhirnya hari itu pada Raj. Tidak sulit karena dengan sepeda frame baja bergigi besi tanpa rem, jarak dari lokasi A ke B menjadi singkat walaupun lalu lintas ramai Manhattan tak dapat dihindari. Di luar dugaan kurir pesaing, Manny yang tengah mendekati kekasihnya, Vanessa mengambil paket misterius darinya. Wilee tidak tinggal diam dan mengejar Manny di sepanjang kota hingga menarik perhatian polisi dan juga pria asing berjas, Bobby Monday yang tampak menyimpan maksud jahat tersembunyi.
 
 

 
Sutradara Koepp tampak memahami betul jalanan NYC mulai dari jalan utama hingga pelosok lengkap dengan track pejalan kaki dan pesepeda sekaligus yang tak jarang geografisnya turun naik. Itulah sebabnya unsur action dinamis dan thriller inovatif disini mampu terus memacu adrenalin penonton. Sinematografi “panjang kali lebar” milik Mitchell Amundsen termasuk peta berbasis GPS dari layar ponsel secara tak langsung memandu sudut pandang penonton yang seakan dibawa serta menelusuri satu persatu titik lokasi yang dituju. 

Skrip milik Koepp-Kamps ini mencoba menipu garis waktu dengan narasi maju mundur demi sebuah perspektif non linier yang utuh. Suatu hal yang seharusnya tidak perlu dilakukan apabila plot intinya sudah cukup kuat untuk bercerita secara runut. Lontaran dialog “praktis” dan konflik “sederhana” di antara para tokohnya berusaha dihajar dengan tempo cepat sehingga penonton akan memaklumi bahwa sesungguhnya tidak ada pihak antagonis yang patut ditakuti atau karakter pendukung fungsional yang pantas diingat. If it’s not, it would be boring presentation.
 
 
 
 
Gordon-Levitt merupakan pilihan tepat bagi karakter Wilee dengan athleticism tinggi. Visinya dalam bersepeda jelas menentukan nasibnya, apakah tertangkap, tertabrak, gagal menjalankan tugas dsb. Lihat visualisasi probabilitas resiko yang selalu dikalkulasinya setiap mengambil sebuah keputusan. Sangat menarik! Ramirez dan Parks memang sejak awal ditampilkan secara cool untuk menjadi penyeimbang Wilee. Upaya Shannon untuk benar-benar terlihat menyebalkan lumayan berhasil. Sama halnya dengan penokohan Chung yang berbeda dari biasanya. 

Premium Rush adalah sebuah tontonan yang dikemas dalam packaging yang dua kali lebih bagus dari isi yang sebenarnya. Acungan jempol bagi Koepp yang bekerjasama dengan orang (Gordon-Levitt) yang tepat! Berbagai adegan kejar-kejaran panjang dijamin membuat anda menahan nafas sambil mengagumi kebesaran nyali para kurir berani mati tersebut. Tak lupa selipan beberapa violence baik yang dimaksudkan secara sadar atau tidak mungkin membuat anda meringis sambil membayangkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. Pengalaman menyaksikan bikers beraksi tak akan lebih menyenangkan dari ini. Lakukanlah tanpa rem yang pakem alias nalar yang kritis. Just enjoy the ride!

Durasi: 
91
menit

U.S. Movie Box Office:
$19,665,102 till September 2012

Overall: 
7.5
out of 10

Sunday, September 30, 2012

the history of Depok

Between sawavelden and bamboo forests, south of Jakarta, Depok is the village, where hundreds of Indonesians still speak Dutch fluently. Here the Dutchman Cornelis Chastelein founded at the beginning of the eighteenth century a small Christian Community. Provided that they would convert to Protestantism, he gave his slaves freedom and a piece of land. Lien Heyting writes in the first of a series of articles about Indonesia, the tragic fate of the good town of Depok. In the book of Roelof Abraham Samuel stands beside Schoolidyllen of Top Naeff a row Baedeker’s The Housewife . ‘Section 11 and 12 are missing, “said Ms. Samuel sorry. “I had already paid for, but when the war broke out and I no longer can get.” The Samuels live in the Indonesian village Depok, 35 km south of Jakarta. On one side of the village flows into a green canyon, the river Ciliwung, on the other hand, is the oldest railway line from Indonesia, which in 1873 the first train from Batavia to Bandung drove through Buitenzorg. The platform of Depok, with its sloping wooden roof to elegant wrought-iron piles a replica of a 19th-century Dutch station as well: the station of Hulshorst or Lunteren have looked. The Dutch tourists in Java for traces of our colonial past searches may, in the cities – Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Malang and Sukabumi – many of his liking: houses and buildings that the architecture of the Amsterdam School, Berlage and Dudok remember inscriptions (NV Sun , Villa De Kei, Toko Heaven), pharmacy interiors and libraries full of books Holland. In the villages are such a quest in vain: the only witnesses are still red-tiled roofs of the “Holland Time. 

Depok is probably the only village in Java where the Netherlands is not gone. With his Protestant church, the cemetery full of epitaphs and Holland Gooise villaatjes which, between the tied curtains, red geraniums bloom, Depok appears sometimes as a Dutch outdoor museum in the tropics. The residents are Indonesian, but some of them have names and Holland next Roelof Abraham Samuel speak fluent Dutch natives from Depok hundreds more. These are all the remains of a small state that Christian salvation here ever by a Dutchman was established. Of salvation-state itself, that “in eternity” was blooming, has little: as with salvation States, be hit again fate more cruel far than ‘normal’ society where everything is already not perfect. Huguenot In 1695 came Depok hold Chastelein Cornelis (1657-1714). His father, Anthony Chastelein, was a Huguenot from France, fled to the Netherlands, where he took a job at the East India Company. Cornelius stepped in the footsteps of his father and was in 1674 when he was 17, already as large retailer ‘(accountant) for the VOC sent to Batavia. He made rapid career, married the daughter of the Council of India and bought one estate after another. Now where is the center of Jakarta in 1683 the house had Chastelein Weltevreden building. This country seat, he founded one of the first Indian coffee plantations and also the first Indian zoo. 

In 1691 he got into conflict with the VOC and especially with the then Governor General William Outhoorn, who advocated a more aggressive trade policy. Chastelein opposed this and wrote under the title Thoughts Incident comment on the colonies using a manifesto in which he dried weigher policy of the VOC convicted. He had then been withdrawn from the Company to further agriculture to focus on. That the fate of the natives at heart he was shown not only by its ethical libel against the VOC, but also from his conduct as a landlord. When he lands in the 1695 Lilac Sing (now Lenteng Agung) and the area around his property in Depok had added, he bought land for the work that hundreds of slaves from Bali and Makassar. Chastelein showed himself to them a social conscience gentleman, but also a fanatic Christian, from all his workmen, he demanded that they would convert to Protestantism. Here, he does something opposite: he promised the 120 slaves of Depok that the twelve families that belonged to it after his death the entire estate of 1240 hectares. as a communal property would inherit from him and also that they would get their freedom. In his will he stipulated that “released bonded laborers in addition to her descendants” the land forever would “occupy income gebruyke.” There were a few restrictions: sale of land was prohibited, there should not be thrown, no opium traded and there was located on the estate for ever any Chinese establishment. 

This latter provision Chastelein tried to prevent the trade in Depok in the hands of smart Chinese “would fall, as so often happened elsewhere. He wanted Depok would develop a community of Christians who only go to the true faith Java would spread. The Chinese-determination was an unexpected result: they were of course still trading, but because they could not live in Depok and village always before sunset to leave, came just over the border of the estate a new village: Pondok (refuge) Tjina, still a train station between Jakarta and Depok. Chastelein had been Depok slaves adorned with biblical names like Isakh, Jacob, Joseph, Jonathan, and Samuel Leander. The twelve families in 1940 had grown to more than 5000 people, still a strict Christian and Holland-minded group, compared to the nearby dessabewoners very prosperous. 

The natives from Depok lived until then the proceeds of their land, that by servants from outside did change from a local tile works and land rental. In the 19th century there were two primary schools were built, where Dutch is the official language was . In 1874 there was a school of evangelism that “natives are trained and ordained to proclaim Christ among their own people.” After the construction of the railway in 1873 was the cool and idyllic village between sawavelden and bamboo forests are increasingly a commuter instead of Dutchmen in Batavia and Buitenzorg worked. Several natives from Depok married the new villagers whether they used their right to get Dutch citizenship. Around the end of the last century in the area the nickname “Belanda, Depok ‘: Hollanders in Depok. This name still exists. But the number “Depok asli” (“pure” natives from Depok, descendants of the twelve slave families) which is still in “Depok Lama ‘(old Depok) lives, has now shrunk to about 1,500. Then on August 17, 1945 the independence of Indonesia was declared, came to an abrupt end to the “Paradise of Depok. “All Depok were massacred,” wrote the Winkler Prins Encyclopedia, in its sixth edition from 1950. 

The reality was more complicated. Roelof Samuel Abraham would not talk about the events in 1945 and subsequent years of the Indonesian freedom struggle. Before he refers me to his cousin in Holland ‘, Henny Isakh. As in all my sessions with Indonesians claimed, there are once again silence and asked me to pen down. Rather sits Samuel me to his coconut garden, bamboo grove, the last pieces Chastelein-land which he owns, to the soccer field, the wall still text Football Chastelein bears the cemetery next to the white tiled graves, where “our beloved HR father Balzar “next” Our parents loved A. Samuel and Samuel B., Leander ‘rest, beside the white Protestant church in 1854, where a memorial to the “Founder of the Community Depok Krist’ remember the old bridge over the Ciliwung who” have built by Dutchmen “, or old town with its white columns and platform, which now serves as a hospital. (There were, in 1945, Depok all women and children told they would be burned alive, but I learn later, back in the Netherlands). sums up Samuel from his head a list of names of ministers in Holland, once in their church sermons and kept taking me back to his home. At the door he asks: “Do you know Euwe? Time world champion in 1935, we had a day off.” Before I go, he points me in a special sense Depok: “For us it is still an abbreviation of De Eerste Protestantse Overzeesche Kristengemeenschap (The First Protestant Overseas Christ Community).” Andjing Belanda Cousin Henny Isakh (47) wrote 15 years ago, during his nurses Training, a thesis on his native village. He found another acronym: “De Eenheid Predikt Ons Kristus (The Preacher Unite of Christ – *more or less). I speak to him in the nurses’ station of the Amsterdam nursing the Curve, where he just finished the evening tea has been around. A Isakh than a thousand natives from Depok who emigrated to the Netherlands. After a failed attempt as a stowaway aboard a ship to escape, he read in 1970 in an Indonesian newspaper an advertisement which asked the Netherlands to nursing forces. He applied, was accepted (“Because I Holland said, and this family got it) and left. In the training he met his wife: “In the eyes of the Indonesians, she was also a Andjing Belanda, a Holland dog”: her parents , in Menado lived, spoke at home Holland. 

Knowledge of Dutch is now Indonesia again as a status symbol, but in the sixties you could be better not to flaunt. “ He remembers how at the time when he in the train to Jakarta with his family conversed in Dutch, by the “Sundanese from Bogor” was shouted: “Amsterdam, Amsterdam!” or “Sinjoor Belanda. “Although most natives from Depok who now live thoroughbred Indonesians, that antipathy never completely disappeared, probably because Holland names. In an interview, you hear always someone quip:” There’s another black Dutchman. “ Isakh was in the autumn of 1945 six years. He remembers that his uncle has been beheaded and that he with all children and women of the village was locked. Later he heard something else happened: “In October, Depok attacked by BKR (Badan Keamanan Rakjat), the nation security forces, or, as we have them when called, the” looters. “The freedom fighters saw the natives from Depok as traitors because what is in retrospect, understandable. We were put out of our houses, the houses were looted and burned, the men were taken to jail in Bogor and a thousand women and children were imprisoned in the town. 

After a couple of them there days without food or water had been, the women were told that the oil was ready to burn them alive. One woman, her name was Leander, when all mothers has convened a prayer. That same evening the Allies, British soldiers, our rescue and we were transferred to a camp in Bogor. When we post half year in Depok came back, we were left alone: many Depok boys had themselves been the KNIL connected. The KNIL had us protected until 1949. “ A few days after the interview with Isakh is his story by older ex-natives from Depok supplemented in detail. OE Misseyer (57) fled in 1950 from Depok to New Guinea in the hope that this area would remain Dutch. After the transfer of New Guinea in 1962 he went to the Netherlands. He now lives in a suburb of Gelderland Ede. Hidden in a tree he saw in 1945 how the house was BKR in Depok: people killed and threw into the river and houses on fire. He was arrested and the other Depok men to Bogor transported, where they are by one with spears and whips armed mob “gauntlet running” from the station to the prison were driven. Like Isakh he can the old hatred of the natives from Depok now somewhat proposals. “It was true that Depok children with Indonesian children from neighboring villages are allowed to play.” What is it high enough that his former villagers now as second-class citizens “are considered. Johan Fabricius , a Dutch eyewitness of the drama was Depok Johan Fabricius in September 1945 as a correspondent for the BBC and The Times newspaper to his native Indonesia pulled. 

In 1947 he reported on his reunion with Indonesia in the book How I found back Indies . This book is dominated by the Netherlands Indies regret that threatens to lose and pessimism about the future of the country, during his stay in ’45 in an unbridled chaos wrong everywhere armed Japanese were still around, many Dutch people lived – weeks after the Japanese capitulation – still in camps, uncertain about their futures, the Netherlands tried the authority to recover, while the freedom fighters aggressively been and all this had to Indonesian-based British troops the order sought to maintain. Refugees from Depok to walk to Batavia had been heard Fabricius what was going on there. With a few fellow correspondents and escorted by 30 British soldiers (“Gurkhas”) he went in October to Depok, where he ransacked houses’ in the middle of a “winter wonderland” found “Windows and doors with axes broke ground beef, the floors broken up into a feverish hunt for hidden money and now strewn with broken glass and china, with torn books, notebooks, photo albums, broken records, over which another layer crashed lime and flaked, kapok from open cut mattresses, pillows, seat cushions, the garden, the street was kapok as snow and called oppressive, ghostly illusion of a tropical winter landscape. “ The village looked deserted, until they reached the town came where the women and children were imprisoned: “I saw some whole white women but the vast majority was tinted in all shades and belonged to the Eurasian and Indonesian Christian population. ” The women tell him about the “massacres” in the village and Fabricius describes how the British troops reinforcements from Bogor and the top women, despite the attacks by “pemoedas’ (insurgents), but a few safe to camp Kota Paris in Bogor able to transport. 

Here they were with their men freed from prison, half years remain. Stuwmeer When Indonesia’s independence was recognized by the Netherlands in 1949, thousands fled abroad natives from Depok. On August 4, 1952, the estate Depok by the government lifted the descendants of the twelve slave families were only allowed to keep their private terreintjes. Later the government as a token of appreciation shown by the natives from Depok ‘goodwill’ a few pieces of land and some buildings back, as the Protestant church, the rectory and the cemetery. The natives from Depok set up a foundation, the Lembaga Cornelis Chastelein, that is still the last remnants of the estate managed. The refugees united in bodas (Federal of natives from Depok and relatives and sympathizing with them) and STIDAS who regularly Bode spent Depok. Since two years there is a Foundation Working who Depok needy villagers want to support. Once a year, on June 28, the natives from Depok come together in the Netherlands to the death of their benefactor, and to commemorate the Chasteleinlied to sing (“It is a day of great joy for our lovely little Depok / grateful for the generous blessing of Cornelis Chastelein “). Most Dutch natives from Depok are still regularly in the holidays back to their hometown and that is one of the reasons why Dutch in Depok still a “living language” is. Henny Isakh saves, since he lives here, all holidays to once every two years with his wife and children to Depok to travel. 

When I asked whether he regrets his departure to the Netherlands he hesitates: “I have simply found my future, but nostalgia still gnawing, so I go back every two years. When you see how easy life there: my six brothers all have a stone house on land. I also bought a house, but I have thirty years to pay off. So in that sense, my brothers there richer. “ Like other Dutch and Indonesian natives from Depok, he himself concerns about the future of the village, now again threatened by a threat: to combat flooding in Jakarta, the government wants to build a dam in the Ciliwung, on the very spot where now the Depok ‘Holland bridge’ over the river. Isakh “If the cemetery will continue, the football and the last remnants of ‘Depok Lama” in a lake to go under. Several countries are eager to implement the project may, for that order on hold drag. The Netherlands. *The Leiden professor JW de Vries did in 1976 a comprehensive investigation into the use of Dutch in Depok. That this language is less likely to disappear than would be expected, he states inter alia from the fact that for the elderly Native and, until 1950, the language of the school. also plays Dutch in ‘suku-realization’ (clan-awareness) of the natives from Depok a major role. The investigation revealed that in Depok still regularly in Dutch is read and also that many people to listen to broadcasts of Radio Netherlands. 

(JW de Vries: The natives from Depok: history, social structure and language of an isolated community. In: Contributions to language, geography and ethnology, Part 132, 1976. Ed. Martinus Nijhoff, The Hague).


Friday, August 24, 2012

17082012 - Ajari Aku...Ibu


make a wish - 11:30 pm

 
IBU.
ajari aku cara melukis cinta. seperti ketika engkau begitu ringan menggambar penat, hanya dengan segaris lengkung senyuman.

IBU.
ajari aku cara mengusir nyeri. seperti ketika engkau terbiasa melarikan sepi ke halaman, berbekal sapu lidi di genggaman, tanpa sebaris gumaman.

IBU.
ajari aku cara membungkus gusar. seperti ketika tangis kanakku membangunkan tidur malammu dengan kasar, lalu kauelus perutku yang lapar, dengan segenap sabar.

IBU.
kadang kami sibuk bertikai, di depan api yang lalu terbengkalai. sedang engkau lebih suka sendiri tertegun, menjaga nyala di hatimu tetap unggun.



tiup lilinnya

kiri-kanan: me, bli made, mama ciwi, mama ati, lakung (bubu), niang yg hut

kiri-kanan: me, bli made, dharma, mama ciwi, mama ati, niang yang hut

potong kue untuk dirinya sendiri dan dibilang..."nggak enyakkk..."...#pfffttt


selamat ulang tahun maknya...

semoga sehat dan mulia selalu...

17 Agustus 2012

*teruntuk perempuan ayu yang membesarkan kami (lima anaknya) dalam ketiaknya