Friday, December 6, 2013

Rumput di Halamanmu akan Hijau pada Waktunya

Pernah nggak sih ada pertanyaan ini di kepalamu “ih enak ya kayak si A, kerjaannya jalan-jalan terus” atau “duh si B  tuh lagi asik banget ya di kantor banyak dapet promosi ini itu” atau keluhan tiap malam minggu yang sering sekali keluar dari diri kita, ketika kita melihat orang lain berpasangan.

Pertanyaan-pertanyaan ini keluar karena kehidupan orang lain “kelihatannya” lebih menarik ketimbang kehidupan kita sendiri. Padahal kita tidak pernah tahu bahwa jika kita berpikir sebaliknya, jangan-jangan orang lain itu justru sebenarnya iri dengan kehidupan kita. Jangan-jangan orang lain yang kita pikir “keren” itu sebenarnya ingin bertukar posisi dengan kehidupan kita.

Saya sering sekali mendapat komentar dari orang lain seperti ini “ Wa, enak banget sih hidup lo. Kerjannya jalan jalan mulu. Dapet duit lagi!” atau “Enak banget sih hidup lo, bisa maksimalin apa yang lo punya, dan dapet hidup dari sana.”

Saya suka senyum-senyum saja jika ada yang komentar seperti itu. Karena begitulah kenyataannya. Kehidupan yang sudah lama saya bayangkan sejak saya masih di sekolah menengah pertama, semua terjadi ketika saya dewasa. Ketika masih sekolah dulu, saya memang tidak pernah membayangkan akan bekerja kantoran dalam jangka waktu yang lama. Dan saya selalu membayangkan ketika saya sudah menikah nanti, saya akan jadi Ayah sekaligus sahabat kepada anak-anak saya.

Oke, saya sekarang bersiap menjadi seorang Ayah. Tapi ketika kembali ke dunia pekerjaan dan apa yang sekarang sedang saya kerjakan, saya merenung bahwa:

“Seringkali kita iri dengan keberadaan orang lain hingga kita lupa pada hal kecil yang kita punya yang bisa dikelola untuk menjadi sesuatu yang besar suatu hari nanti.”

Saya dibesarkan dengan segala keterbatasan. Ayah dan Ibu saya bukan orangtua yang berada. Tetapi mereka membesarkan saya dengan ketiga kakak dan satu adik saya dengan fokus kepada hal-hal kecil yang kami punya. Sejak kecil Ibu membiasakan saya untuk “tampil” bersahaja dan apa adanya  di depan banyak orang. Ternyata setelah saya dewasa, saya tumbuh menjadi orang yang humble ketika ada di depan banyak orang.

Dan Ayah selalu berulang kali mengingatkan anak-anaknya untuk rajin membaca. Dan tanpa disadari, membaca inilah yang pada akahirnya membuat saya belajar banyak hal.

Dari semua yang saya bicarakan, saya hanya mau bilang bahwa: suatu saat waktumu akan datang. Bersiaplah. Karena rumput di halamanmu akan hijau tepat pada waktunya! Jangan pernah berpikir bahwa hidupmu tidak menarik. Fokus kepada hal kecil yang kamu sukai dan buatlah hidupmu untuk menjadi menarik.

Jangan pernah berpikir bahwa, bagaimana jika saya bisa meminjam hidup orang lain, tetapi berpikirlah bahwa bagaimana saya harus menjalani hidup saya sendiri dengan menarik, sehingga suatu hari nanti orang akan datang kepadamu dan bilang “boleh nggak ya, gue pinjam hidupmu sesekali!”


Friday, November 1, 2013

kesempatan. kemampuan. keadaan.

Tahu apa hubungan antara tiga kata di atas? Untuk saya, sesuatu bisa terwujud kalau tiga-tiganya berjodoh.

Kesempatan ada tapi kemampuan belum mumpuni, berarti tandanya kita harus meningkatkan lagi kemampuan diri. Belajar dan belajar lagi.

Kemampuan ada tapi kesempatan belum datang, berarti tandanya kita harus bersabar. Kalau memang rezeki, kesempatan akan datang lagi.

Kadang-kadang kesempatan dan kemampuan ada, tapi ternyata keadaan belum mengizinkan. Bisa jadi karena kita ada pekerjaan lain yang harus dikerjakan. Berarti komitmen dan integritas kita sedang diuji.

Kesempatan kadang datang bertubi-tubi tanpa kita sangka. Senang bukan kepalang. Namun juga mengingatkan diri bahwa ketika kesempatan hadir, ada tanggung jawab lebih yang harus diambil. Mengatur diri lebih baik menjadi mutlak.

Namanya juga kesempatan. Berarti ada amanah tambahan yang harus dijaga dan dituntaskan sebaik-baiknya.

Cukup sampai sini?

Tidak. Ada yang seringkali terabaikan. Badan. Raga. Satu-satunya yang setia menjadi tempat jiwa dan pikiran untuk berkarya. Tanpa raga yang terjaga, kesempatan dan kemampuan akan dihilangkan oleh keadaan sakit.


menunggu waktu


ada seulas senyum yang masih bersembunyi
menunggu waktu untuk dapat berjingkat
lalu mengendapendap hingga sampai di depan wajah

ada sebelah genggam yang masih malumalu
menunggu waktu untuk dapat berkenalan
hingga nanti bisa berjalan dengan sebelah yang lain

ada sehangat peluk yang masih tertidur
menunggu waktu untuk dapat menyelimuti hati
dan menjadi rumah tempat hati ini pulang dengan bahagia

Friday, October 18, 2013

aku melihat.

kekosongan adalah keberadaan yang mutlak.

ada saatnya aku menemukan sesuatu, pun ada saatnya sesuatu yang menemukan aku.

hingga suatu hari, aku berdiri di atas dasar.

aku menunduk.

kulihat ada puncak-puncak yang tak disyukuri.

kemudian aku menoleh sedikit.

kulihat ada berbagai keterkesanan yang menyesatkan.

lalu aku menoleh lagi.

kulihat ada keterbatasan yang hebat, buah-buah dari kamuflase.

baiklah, aku diam saja.

ini sopan santunku pada bumi yang bergerak.

tetapi diam kan bukan berarti buta.

aku tetap melihat.