Wednesday, July 27, 2011

Lelap


Aku sudah berbaring di atas tempat tidur

Aku sudah memadamkan lampu kamar

Kutemukan diriku dalam selimut

Di pejamku menyambut mimpi

Kaulah siluet yang berbicara

Cinta yang datang tanpa cahaya

bebunyian merdu di dalam gelap

Hitam pekat yang kunantikan

Untuk kusimpan di bawah lelap

Ajar Aku

Ajar aku merasa cukup

Ajar aku berserah diri

Ajar aku berbuat baik

Ajar aku giat berdoa

Ajar aku tetap bersyukur

Ajar aku menjangkau jiwa

Ajar aku membagi berkat

Ajar aku terus berkarya

Ajar aku meminta hikmat

Ajar aku mendengar iman

Ajar aku berani gagal

Ajar aku tuk mengampuni

Ajar aku menjaga hati

Ajar aku tetap semangat

Ajar aku rela bersabar

Ajar aku mau berkorban

Ajar aku memuji Tuhan

lelaki tua dalam cangkang eskapator



Pontianak.25072011.22:56.Priscilla Ahn.

Pemenang Utama Anugerah Pewarta Foto Indonesia Tahun 2011 oleh Maman Sukirman.

Foto diambil pada tanggal 9 Desember 2010 ketika terjadi bentrokan antara mahasiswa Universitas Muslim Indonesia, Makassar dengan aparat kepolisian pada demonstrasi peringatan Hari Anti Korupsi.

Daeng Naba yang menjadi objek foto di atas adalah lekaki tua yang sehari-hari berlalu lalang di depan kampus hijau itu. Setiap hari, dia berjalan tanpa kenal lelah mencari nafkah, terkadang memungut sampah plastik untuk kemudian dijual kembali atau mendapat uang pesangon dari mahasiswa yang melihatnya.

Hari itu dia juga berjalan seperti biasa, tanpa merasa terganggu karena memang itu rutenya. Namun naas, hari itu ternyata jalurnya berubah menjadi perang. Karena terlanjur genjatan senjat pecah, –mahasiswa melempari polisi, polisi membalas dengan gas air mata dan semprotan air– mau tak mau kakek tua ini harus berlindung.

Menurut kesaksian Maman, saat itu, Daeng Naba berjalan biasa saja, seketika mendengar letusan senjata, kakek tua ini sontar kaget. Berjalan diatas lumpur –pelebaran jalan– dia lalu melepas sendal jepitnya, mungkin karena matanya perih, dia lalu merangkak mengendur-endus diatas lumpur mencari perlindungan hingga ia temukan cangkang eskapator.

Berselang beberapa detik saja, kakek tua ini berlindung, perang sesunggunya terjadi. Maman yang saat itu berada disudut tidak luput pula imbas dari kejadian itu. Dia terkena semprotan air dan gas air mata. Kameranya penuh dengan lumpur. Maman pun mengakui sempat terjatuh saat bentrokan itu pecah.

Kakek tua yang sempat ia abadikan dalam beberapa scane, saat kejadian itu tak bisa lagi ia lindungi. Setelah beberapa saat kemudian ia mendapat posisi aman, dia kembali menengok kakek tua itu, tapi ternyata sudah diselamatkan oleh warga agar menepi dari bentokan.

Kakek tua itu terlihat trauma, mungkin dia beranggapan kembali ke perang saat kemerdekaan lagi, padahal beda. Perang yang baru saja ia lalui adalah perang tanpa ujung pangkal. Entah esensinya apa, dan dia harus bertindak seperti apa. Seperti masyarakat kebanyakan yang bingung, harus memihak siapa, polisi yang menengakkan keamanan atau mahasiswa yang berjuang atas nama masyarakat.

Itulah Maman, berkat fotonya, kembali menyadarkan kita bahwa banyak pihak diluar sana yang akan terkena imbas langsung dari keegoisan kita –kita semua yang berjuang atas nama kelompok, baik pemerintah, mahasiswa, partai atau organisasi lain– meraka tidak tahu masalah yang dijadikan peperangan, orang-orang seperti Daeng Naba cuma ingin tahu, hari ini harus makan apa.

(sumber: kompasiana)