Saya percaya bahwa cinta itu ada, tapi sempat skeptis mengenai adanya
konsep soulmate dan semacamnya. Ah tapi kata orang, ngga boleh
sesumbar, mungkin si soulmate sedang dalam perjalanannya menuju
saya. Sejujurnya, saya paling ngga suka menunggu. Tapi entah kenapa,
untuk satu orang itu saya punya cadangan toleransi waktu tak terhingga.
Satu orang itu adalah dia, yang masih disembunyikan Tuhan dalam
tanganNya. Mungkin tangan kiri atau tangan kanan, saya tidak pernah tau
pasti.
Kalau nanti dia membaca tulisan ini, pasti dia menilai saya terlalu
sentimentil atau apa. Setidaknya dia tau, dia istimewa. Saya tidak tau,
apakah dia berkacamata, berbadan tidak terlalu kurus, berambut cepak,
atau akan seperti apa. Terserah. Bisa dibilang, saya mati terhadap
segala kriteria rupa.
Tapi, seringkali terbayang, dia adalah sosok menyenangkan, yang tidak
pernah kehabisan cerita untuk dibagi. Mendatangi saya dengan mata
berbinar, antusias membicarakan mimpi, ide, dan rencananya. Membuat saya
betah duduk berlamalama. Dia bisa menjawab semua pertanyaan berdasar
logika. Saya membayangkan, ketika bersama dia, maka bosan itu tidak
pernah ada. Dia selalu berhasil membuat saya tertawa. Saya juga
membayangkan, dia jago sekali memainkan alat musik dan senang
mengabadikan momen melalui kameranya. Dengan caranya, dia selalu bisa
meyakinkan saya yang sering tidak yakin pada diri sendiri. Singkat kata,
saya penggemarnya nomor satu.
Sebentar, saya menarik nafas sejenak sambil menuliskan ini. Bertemu saja belum, tapi sudah berekspektasi berlebihan.
Menyadari, saya bukanlah sosok menyenangkan, memiliki begitu banyak
kekurangan, lalu mengapa menuntutnya kesempurnaan? Gaya bercanda saya
cenderung membosankan dan membuat orang mengangkat alis sebelah. Tidak
bisa memainkan alat musik apapun. Tidak bisa masak, kecuali sesederhana
air dan semua yang instan. Saya juga pembosan. Saya bisa tertawa dalam
menit yang kalian lihat lalu bisa nangis sesenggukan di menit
berikutnya. Ini baru sebagian fakta tentang saya, akankah dia menerima
seutuhnya andai tau semua tentang saya?
Tidak ada ‘bahagia selamanya’ yang saya janjikan. Tapi saya siap
menjadi teman hidupnya, melewati setiap tanjakan, belokan, turunan,
hingga menemukan jalanan tanpa rintangan. Saling membantu membaca rambu.
Saya tidak butuh sosok sempurna yang mengagumkan, cukup dia yang
selalu hadir menenangkan ketika saya diserang kepanikan. Sebaliknya,
saya bersedia meminjamkan bahu sehabis dia lelah seharian, tidak tau ke
mana harus menuju.
Kita, manusia biasa yang saling bisa membuat satu sama lain luar biasa.:
No comments:
Post a Comment