Akulah hujan.
Dan kamu semacam petrichor, wangi pertama yang menemaniku
terjatuh.
Kadang aku menitik dengan lemah, sementara wangimu begitu
kuat.
Atau sebaliknya.
Seringkali, kita saling mencari dan menunggu.
Aku
yang telah mengempukkan tanah, siap untuk terjatuh, sementara kamu
bersantai menyandarkan diri pada ilalang.
Aku menggigil pada rindu yang
membungkus bulirku sendiri.
Dan itu membuatku resah.
Lalu kamu bergerak menujuku.
Aku menjatuhkan diri, lalu kamu
menangkapnya.
Menjelma senyawa wewangian yang terproyeksi tanah dan
rerumputan.
No comments:
Post a Comment