|
a thousand candles |
Thousands of candles can be lit by a candle and the life of the candle will not become shorter. Happiness never decreases due to be distributed. ~ Buddha ~
Paul menghela nafas ketika ia menurunkan kaca jendela mobilnya. Hujan turun dengan sangat derasnya dan malam ini pasti akan terasa sangat panjang. Siaran radio yang didengarnya sore ini memperkirakan bahwa akan terjadi hujan badai malam ini dan ia berharap bisa sampai di rumah sebelum badai itu benar-benar datang. Paul membawa truk tuanya menerobos guyuran air dengan hati-hati. Ada banyak lubang di jalanan itu, dan Paul lupa memperbaiki lampu depannya tadi siang.
Tepat di bawah deretan pohon pinus, ia melihat seorang wanita tengah baya yang berdiri tak jauh dari sebuah Mercedes. Paul langsung tahu bahwa wanita itu membutuhkan bantuan. Mungkin ban Mercedes itu kempes. Wanita yang malang...jika dia mengacuhkannya, wanita itu akan bersiri di situ hibgga dua jam ke depan, karena jalanan itu tergolong sepi dan jarang sekali dilalui mobil.
Paul pun menepikan truknya dan menyapa wanita itu dengan ramah.
"Anda butuh bantuan, Nyonya?"
Wanita itu terlihat agak ketakutan. Wajar saja, Paul memang terlihat miskin. Apa pun bisa terjadi di tempat sesunyi ini. Namun mau tak mau, ia pun menjawab, "Ya."
Wajahnya yang pias dan badannya menggigil menahan dingin.
"Ban saya kempes dan saya tak tahu harus melakukan apa."
Paul turun dari truk dan membiarkan dirinya tersiram hujan.
"Saya akan menolong Anda, Nyonya. Nama saya Paul Kennedy." Paul tersenyum.
"Jangan berpikir yang tidak-tidak, lho. Saya bukan keluarga presiden itu." kelakarnya.
Nyonya itu tidak bisa menutupi senyumnya. Dengan cekatan, Paul mengeluarkan kotak peralatannya dari dalam truk. Tanpa memperdulikan guyuran hujan yang makin deras, ia mendongkrak mobil wanita itu, memutar baut dengan keras, melepas ban dan menggantinya dengan yang baru. Tangannya terampil hingga pekerjaan itu terlihat mudah. Sekalipun demikian, ia harus merelakan bajunya basah dan kotor, serta tangannya terluka gores.
Tak mengapa pikirnya, bukan luka yang serius jika dibandingkan dengan keselamatan wanita ini.
Wanita itu sangat gembira ketika ban yang baru itu aelesai dipasang. Dia memperkenalkan diri dan sedikit menceritakan mengenai perjalanannya. Ketika menyadari keadaan tempat ini, dia terharu dan sangat berterima kasih atas pengorbanan Paul.
Jika pria muda itu tidak berhenti dan rela berbasah-basah hanya untuk menanyakan keadaan, hal-hal buruk bisa saja terjadi.
"Entah bagaimana saya harus berterima kasih pada Anda. Katakan saja berapa yang harus saya bayar atas kerja keras Anda."
Pail hanya tersenyum sambil merapikan kembali kotak peralatannya.
"Tidak perlu, Nyonya," jawabnya.
Paul sama sekali tidak mengharapkan bayaran. Dia melakukan semua itu sekedar untuk menolong wanita itu. Ia meyakini bahwa Tuhan memang menghendaki setiap manusia untuk saling menolong satu dengan yang lain. Paul selalu mengingat betapa banyak pertolongan yang diperolehnya di masa lalu, jadi dia merasa hanya perlu meneruskan kebaikan itu tanpa mengharapkan imbalan apapun. Biarlah nanti Tuhan sendiri yang akan membalasnya.
"Tapi Anda telah bersusah payah membantu saya. Anda basah kuyup dan bahkan tangan Anda terluka," kejar wanita itu.
Paul tersenyum, "Jika Anda benar-benar ingin membalas pertolongan saya, Anda hanya perlu meneruskan kebaikan ini dengan cara menolong orang lain. Jangan biarkan lingkaran kebaikab ini berakhir pada diri Anda."
Wanita itu terkesima ketika Paul menambahkan, "Setidaknya, lakukan itu demi kebaikan saya hari ini."
Setelah aekali lagi mengucapkan terima kasih, wanita itu membawa Mercedesnya berlalu meninggalkan Paul. Beberapa kilometer kemudian, wanita itu merasa lapar. Ketika ia melihat sebuah kafe kecil di pinggir jalan, ia pun mampir untuk mencari sedikit pengganjal perut. Kafe itu sempit dan sederhana, namun wanita itu disambut dengan keramahan yang luar biasa dari seorang pelayan wanita yang tersenyum hangat dan datang membawakannya handuk untuk mengeringkan rambutnya.
Setelah wanita itu memesan makanan, pelayan itu pun berlalu. Diam-diam wanita itu mengamati punggung pelayan itu bergerak menjauh. Berdasarkan pengamatannya, pelayan itu sedang hamil tua, mungkin sekitar delapan bulanan. Akan tetapi, kehamilannya yang membawa lelah dan nyeri itu tidak memengaruhi sikapnya sama sekali.
Namun wanita itu pun heran, mengapa di usia kehamilan seperti itu dia tetap bekerja?
Pasti pelayan itu sangat membutuhkan uang, simpulnya dalam hati.
Bagaimanapun, orang-orang yang terlihat sederhana justru biasanya mampu memberi lebih banyak pada sesamanya.
Tiba-tiba saja, wanita itu teringat pada kata-kata Paul. Karena itu, setelah ia menghabiskan makan malamnya, wanita itu memberikan selembar uang $100 pada pelayan itu, melebihi harga yang harus dibayarnya. Maka pelayan itu pun segera berbalik ke kasir untuk mengambil uang kembalian.
Ketika ia kembali, wanita itu telah pergi. Dengan sedikit bingung, pelayan itu bertanya-tanya pada orang-orang di sekelilingnya, yang barangkali tahu kemana wanita itu pergi.
"Dia keluar lewat pintu sisi kanan," sahut salah seorang pengunjung, "pergi dengan mobil Mercedes merah itu."
Sambil bertanya-tanya dalam hatinya, pelayan itu kembali dan membersihkan meja yang digunakan wanita tadi. Saat itulah dia melihat secarik pesan tertulis di bawah serbet. Air matanya langsung meleleh ketika membaca isi tulisan itu:
"Tolong terimalah bantuan ini. Seseorang telah menyelamatkan saya, dan saya ingin meneruskan kebaikannya kepada Anda. Jika Anda ingin membalas pertolongan saya, teruskanlah kebaikan ini dengan membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan. Jangan biarkan lingkaran kebaikan ini berhenti pada diri Anda."
Pelayan itu menemukan lima lembar uang $100 di bawah serbet untuknya. Itu jumlah yang cukup untuk menutup seluruh kebutuhan persalinannya nanti. Dia tak mengerti bagaimana Nyonya itu bisa tahu kalau dia dan suaminya sangat membutuhkan uang itu...
Pelayan itu menghabiskan jam kerjanya dan segera pulang. Tak sabar rasanya untuk bertemu suaminya di rumah. Suaminya terlihat cemas dan segera mengajak beristirahat. Pelayan itu tahu bahwa sang suami pasti terus mengkhawatirkannya di tengah hujan yang lebat ini. Namun ia pun agak terkejut ketika mendapati bahwa tangan suaminya terluka.
Diusapnya kepala sang suami dengan penuh kehangatan dan ia pun berbisik lembut, "Semua baik-baik saja, Paul Kennedy. Aku mencintaimu."
Tamat