Wednesday, February 12, 2014

20 years from now...

~Pernah melihat quote ini, tapi bodohnya saya lupa dari siapa ini berasal~
20 years from now, you will be more disappointed by the things that you did not do than by the ones you did do. So throw off the bow lines. Sail away from the safe harbor. Catch the trade winds in your sails, Explore, Dream, Discover!
Luar biasa bukan quote tersebut? Dan faktanya, banyak diantara kita yg mengalaminya. Saat itu semua terjadi, tak ada lagi yg mampu dilakukan selain menyesalinya dalam-dalam. Bahkan, dalam banyak kasus, sesal itu hanya untuk dirinya sendiri, dan tidak perlu di bagi untuk orang lain.
Secara pribadi, saya terhentak pertama kali baca quote tersebut. Saya dan Anda yg mungkin masih muda tentu memiliki impian yang menuntut untuk diwujudkan. Usaha dikerahkan agar impian itu terwujud. Semangat membara dan kadang membaja begitu keras saat mulai menentukan impian.
Seiring berjalannya waktu, kekuatan menggapai impian tersebut selalu mendapat cobaan akan konsistensinya. Kenyataan yg dihadapi seringkali meminta kita untuk lunak dan melakukan negosiasi dengan diri sendiri dengan berbagai alasan dan pengecualian. Tergerus oleh kejamnya waktu dan keadaan, kita secara sadar ataupun tidak, mulai ‘memaafkan’ alasan-alasan itu.
Berjalan dengan impian, bagi sebagian orang terlampau berat. Akhirnya beban berat itu perlahan mulai dikurangi dan hanya menyisakan beban ringan yg sanggup kita bawa dalam perjalanan hidup. Bagi sebagian lain yang konsisten dan mental membaja, impian tak pernah menjadi beban karena mereka menganggap itu sebagai bagian dari proses. Walau pada akhirnya mengorbankan sesuatu semisal pekerjaan dengan posisi enak, atau berkompromi dengan umur yg semakin menua.
Kehendak Tuhan seringkali jadi alasan. Padahal sudah jelas, yang Tuhan lakukan hanya menuntun kita pada apa yang kita paling inginkan. Tentunya mesti banyak pengorbanan dan kesungguhan. Kehendak Tuhan memang sudah jadi ketentuan, tapi hanya berlaku setelah usaha dan kesungguhan mewujudkan itu kita lakukan. Ironisnya, kita secara tidak sadar seringkali berlindung dari alasan ini, padahal belum apa-apa sudah menyerah.
Jadi, kita mau masuk kelompok yang mana, menyesal di kemudian hari atas apa yang tidak kita lakukan saat ini, atau tersenyum di hari esok karena kita merasa puas telah melakukan apa yang kita mau? Walaupun, dalam kenyataannya, sekeras dan sesungguh apapun kita, jika kehendak Tuhan lain atas kita. Setidaknya, kita bangga pernah mencobanya, bukan? Semua kembali pada kita masing-masing.

buang resahmu

Bagaimanalah mungkin pagi tanpa embun seperti keringku tanpa sentuhanmu. 
Bolehku simpan resahmu lalu kularungkan menuju laut.
Di sana, tempat paling rahasia pada semesta. 
Aku sanggup menahannya menguap, agar tak kau ingat dalam riuh dunia.
Maka, sungai penjuru dunia mengaburkannya, meletakkan di palung perutnya. 
Lepaskan khawatirmu, karena tak ada yang sanggup mengembalikannya.
Kutawarkan cahaya paling indah sebagai penawarmu, kuendapkan selama 7 hari. 
Berdoa malaikat bersama semesta agar kau tenang.
Lalu, kusimpan dalam cawan biru kesukaanmu. 
Reguklah kala wanginya masih terasa pada suatu pagi yang masih basah. 
Dan berdirilah menatap langit.

tak ada tuhan

Tak ada Tuhan di mimbar masjid yang sering kau datangi.
Tak kau temukan pula di deretan lilin atau gema lonceng gereja.
Jangan kau kira dia berumah di vihara atau klenteng berbau dupa.
Tapi, jangan berharap Dia bersantai di pura paling indah di tepi laut.
Dia tak berumah di sana.
Mungkin saja merasa sesak
Lalu muntah di halamannya.
Ambil langkah sejenak.
Dia mendekap anak jalanan yang tadi malam menggigil tidur beralaskan kardus.
Dia ada di tangan pengemis renta yang mengadah lagi berkusta di trotoar yang kau tak peduli.
Dia bernyanyi bersama anak-anak yatim di gubuk reot tempat syukur yang tak pernah kau dengar.
Dia menguntit PSK yang menjajakan diri di gang-gang sempit ditontoni tikus busuk.
Tak ada Tuhan di rumah ibadah.
Tidak pada corong pengeras suara masjid atau kidung pujian di gereja.
Dia tak lagi ada di tasbih atau rosario.
Dia bosan dengan sebutan yang beda-beda untuknya.
Dia jerih namanya hanya dipakai politik kotor.
Dia marah pada nafsu orang yang membunuh atas namanya.
Dia teriak dan orang bodoh tetap memuja kedunguan mereka.
Jangan Tuan cari Tuhan di rumah ibadah.
Tadi malam, Dia telah pindah.

kado terindah


Hening seketika tercipta, detik seakan berjalan lambat sekali. Penantian ini bukan sehari, seminggu ataupun sebulan dua bulan. Namun sembilan bulan dengan upaya yang tiada reda. Bukan terpaksa ataupun upah duniawi, namun cintalah yang membuatnya kuat. Cinta seorang ibu, yang membopong sebuah "hadiah dari Tuhan". Kemanapun berjalan, dan kaki yang membengkak itupun dipaksanya melangkah. Hingga pada saat ini, keheningan-pun terbuncah. Dera tangis bayi, dera tangis bahagia orang-orang yang terkasih. Dan senyum bahagia sang ibu, meski menahan sakit, di sudut ruangan.


Kemarin pada tanggal 10 Februari 2014 sekitar pukul 04:30 keheningan terhenyak dengan sedikit kepanikan istri saya yang melihat air ketubannya telah pecah, kemudian kami bergegas meluncur ke rumah sakit meski belum mandi bahkan cuci muka sekalipun. Sesampainya di rumah sakit kami memasuki ruang IGD dan diterima dengan baik oleh suster jaga dan langsung memasuki ruang perawatan sementara. Suster-suster yang lainpun segera mempersiapkan alat-alat pendeteksi kelahiran sebagai bahan observasi apakah tindakan yang akan dilakukan selanjutnya sembari menunggu kehadiran dokter kami. Pukul 07:30, dokter kandungan kamipun datang dan segera melakukan diagnosa dan melakukan usg kepada istri saya, dan tanpa berbasa-basi dokter menyarankan untuk segera mengambil tindakan seksio/caesar karena air ketuban sudah menunjukkan kekeringan. 

08:34, istri saya, Desak Made Nurmartini telah melahirkan seorang bayi laki-laki di rumah sakit Omni International, Alam Sutera secara caesar/seksio, dimana awal rencana keinginan saya menyamakan dengan tanggal kelahiran saya 12 Februari tapi menurut orang tua tidak boleh berbarengan lahiran dengan ayahnya kemudian diputuskan untuk memundurkan tanggal menjadi 14 Februari. Namun waktu berkata lain dan subuh itulah menjadi saksi kebisuan dan keheningan alam akan kelahiran putra pertama kami dengan berat 3,02 kilogram dan panjang 45 centimeter, bayi yang gantengnya mirip saya (hehehe...) itu lalu diberi nama "Dewa Gede Kalyan Vijaya". Yang memiliki makna "semoga menjadi putra yang 'unggul (vijaya (sanskrit: victory)' dalam hal kesejahteraannya, ketampanannya, keberuntungannya, nasib baiknya dan kebahagiannya kelak (kalyan (sanskrit: welfare, lovely, auspicious, good fortune & happiness). Panggilannya "baby kal".



Senang rasanya mendengar semua proses berjalan dengan lancar, walaupun kelahirannya maju beberapa hari dari perkiraan dokter. Manusia mungkin bisa memprediksi, namun Tuhanlah yang menentukan. Ah yang penting semua baik baik, ibu dan anaknya sehat. Ini adalah kado terindah yang saya dapatkan, dua hari menjelang hari ulang tahun saya yang ke-39. Semoga keindahan ini juga memberi keindahan dan kebahagiaan semua orang-orang di sekitar kami yang turut merasakan dan mendoakan atas kelahiran putra pertama kami dan hari lahir saya sekaligus. Kebahagiaan yang berlipat ganda.



Oiya, ini penampakan baby Kal. Gantengnya mirip saya kan? Hehehe....

baby kal after delivered